SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Dok)

Harianjogja.com, BANTUL-Tembakau lokal Kedusili alias Siluk kini menembus harga Rp100.000 per kilogram. Pasokan tembakau khas daerah Selopamioro, Imogiri Bantul itu kian menipis.

Tembakau Siluk mencapai harga tertinggi setelah sekitar Oktober lalu dijual seharga Rp80.000 per kilogram. Harga Rp100.000 per kilogram merupakan tembakau kering yang sudah dirajang halus dan siap linting.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bahan rokok beraroma khas itu semakin mahal lantaran berkurangnya pasokan. Jumadi,52, warga Dusun Siluk I, Selopamioro, Imogiri salah satu petani tembakau mengungkapkan, menipisnya stok tembakau karena petani kini tak ada lagi yang memanen maupun menanam tanaman tersebut.

Panen raya sudah berlangsung sekitar Agustus-September lalu. Kini memasuki musim hujan, petani tak berani menanam tembakau.

“Kalau musim hujan seperti sekarang tembakau enggak bisa hidup. Sekarang itu tembakau yang tersisa tinggal yang disimpan. Kalau panenan sudah enggak ada. Makanya harganya mahal,” ungkap Jumadi saat ditemui Minggu (5/1/2014) di Dusun Siluk I.

Kini stok tembakau di kalangan petani, menurut dia, tak sampai satu ton. Lantaran permintaan cukup tinggi. Tembakau-tembakau itu sebagian hanya dijual di pasar di daerah Siluk. Sebagian lagi dibeli pengepul dari berbagai daerah. Seperti dari Temanggung dan Magelang Jawa Tengah.

“Padahal Temanggung itu juga sentra tembakau, tapi sebagian juga masih beli dari sini,” lanjutnya.

Nurhayat, petani tembakau lainnya mengatakan, di Dusun Siluk I dan Siluk II saja terdapat lebih dari 15 hektare tanaman tembakau Siluk. Daun tembakau dipanen atau dipetik hingga lima kali. Satu hektare lahan menghasilkan lebih dari satu ton tembakau. Hampir seluruh warga Dusun Siluk bekerja sebagai petani tembakau.

Selama ini, hasil panen tembakau diakui lebih tinggi dibanding hasil panen komoditas lain seperti padi atau palawija. Meski harga bibit tembakau juga tergolong mahal. Harga satu bibit atau satu batang tembakau dijual Rp5.000. Di daerah lain, yang kulitasnya lebih rendah dari tembakau Siluk, satu batang bibit hanya Rp4.000.

“Jelas lebih untung besar tembakau daripada padi. Hanya tanaman ini memeliharanya susah, enggak boleh kena hujan,” ujar Nurhayat.

Ditambahkannya, masa tanam tembakau biasanya dimulai sekitar Mei- Juni dan memasuki Panen pada Agustus- September. Kini, minat petani menanam tembakau menurut dia, kian menurun akibat cuaca tak menentu. Pada 2010 misalnya, tak sedikit petani merugi karena tanaman tembakau mereka busuk diguyur hujan.

“Sekarang yang menanam tembakau enggak sebanyak dulu karena petani itu trauma. Kalau menanam nanti gagal panen karena hujan. Kalau enggak menanam tapi harganya tinggi,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya