SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kasus kriminalitas yang melibatkan geng pelajar di Kota Jogja kembali terjadi pada awal 2012 ini. Bahkan, aksi yang dilakukan geng pelajar semakin beringas. Tidak hanya tawuran, mereka juga berani menyekap dan menganiaya korbannya.

Bahkan, untuk menakuti lawannya, anggota geng pelajar berani mengaku sebagai polisi pada Minggu (1/1) dini hari, usai perayaan pergantian tahun. Enam pemuda ditangkap polisi dan ditetapkan sebagai tersangka. (Harian Jogja, Kamis 5 Januari 2012)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dari hasil analisa polisi, tindak kekerasan ini dilatarbelakangi oleh persaingan geng pelajar. Karena masing-masing kelompok baik korban maupun pelaku memiliki geng. Polisi meyakini jumlah tersangka lebih dari yang berhasil ditangkap.

Ekspedisi Mudik 2024

Analisa polisi bisa jadi benar. Kalau diurut lagi, kejadian kekerasan pelajar itu adalah akibat dari masih maraknya geng sekolah. Kami tentu menyadari, solidaritas dan kekompakan dalam sekolah memang diperlukan. Terlebih untuk sebuah prestasi sekolah seperti dalam pertandingan tim olahraga antarsekolah, pertandingan karya ilmiah atau prestasi lain semacamnya. Namun kekompakan dalam perilaku menyimpang, anarkis, bahkan melakukan tindak kriminal, atas nama apapun, tak bisa dibenarkan.

Di Jogja, kasus kekerasan pelajar yang melibatkan geng pelajar pernah berujung pada terenggutnya korban jiwa. Ini ekses terburuk. Bukan hanya pada si pelajar, tapi juga pada citra Jogja sebagai Kota Budaya, Kota Pendidikan atau Kota Pelajar.

Geng pelajar, bagaimanapun, memang sulit diberantas. Eksistensi mereka muncul akibat kegalauan remaja dalam menemukan jati diri. Di sisi lain, sekolah dan lembaga pendidikan selama ini juga tak pernah berinovasi lebih jauh dalam memberantas kekerasan dan geng remaja. Langkah yang ditempuh selalu hanya sebatas imbauan, koordinasi dengan aparat keamanan, atau pemberian sanksi bagi si pelajar anggota geng.

Keberadaan geng sekolah, tidak bisa terlepas dari generasi pelajar sebelumnya. Kekerasan muncul turun temurun. Dari generasi satu ke generasi setelahnya. Jadi, kenapa tidak dilakukan terobosan pencegahan solidaritas geng dengan melibatkan para alumni sekolah yang masih memiliki hubungan emosional.

Sekolah dan Lembaga Pendidikan bisa saja mengajak para alumni sebagai pendiri geng, agar ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kekerasan pelajar pada generasi selanjutnya. Langkah pemberantasan narkoba dengan melibatkan mantan pengguna narkoba, sudah dilakukan dan terbukti lebih efektif ketimbang membuat talkshow tentang bahaya narkoba yang diisi penyuluh.      Kenapa hal ini jarang dilakukan untuk menekan tumbuh kembangnya kekerasan pelajar?

Pengalaman senior dan alumni, berbagi pengalaman buruk, bisa mengilhami pelajar untuk menimbang-nimbang positif negatif terlibat dalam sebuah geng. Pelajar butuh role model.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya