SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA: Suku Kubu atau orang rimba yang kini mengalami penurunan populasi akibat gerusan zaman, Rabu (9/2) malam coba kembali dipopulerkan di panggung tari Tedjakusuma Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Di panggung mereka mengenakan pakaian Suku Kubu atau Suku Anak Dalam berupa cawet dan memegang tombak. Sayangnya mereka bukan dari Suku Anak Dalam asli. Mereka adalah mahasiswa FKIP Universitas Jambi yang mengambil mata kuliah Pertunjukan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kedatangannya ke Jogja adalah untuk kali pertama sebagai kunjungan antarkampus. Dalam kesempatan itulah mahasiswa yang tergabung dalam Teater Orion menampilkan kebudayaan etnik bertajuk Bukit Dua Belas. Judul itu merujuk pada sebuah bukit yang berada di Jambi dihuni oleh orang-orang pedalaman.

Manager produksi teater, Suhardianto mengatakan kini populasi orang-orang asli suku Kubu telah menurun drastis, sejak 2000. “Dulu ratusan, tapi sekarang di Bukit Dua Belas tinggal 75 orang, hidup mereka kebanyakan sudah seperti orang desa biasa, pakai baju dan celana batik,” katanya.

Keseharian orang pedalaman Jambi di kota lain ditampilkan apik. Bagi Teater Orion hal ini sangat penting sebab, inilah seruan mahasiswa untuk orang rimba. Bahwa di sana mereka kian susah mencari makan.

Pohon-pohon ditebang secara liar dan brutal, menyebabkan rumah-rumah mereka tidak aman oleh ancaman erusi. Mereka juga tidak bisa berburu mencari makan dan meramu.
Semua kepedihan orang pedalaman ditampilkan melalui proyektor lewat layar besar di sisi panggung. Sementara gambar rekaman itu bergerak, 13 pemain teater memerankan diri layaknya orang pedalaman.

Pentas di Bali
Cerita diawali oleh empat pemburu. Dengan iringan musik khas Jambi, mereka menari-nari kegirangan. Di tengah perjalanan, mereka tersentak oleh kenyataan bahwa hutan telah gundul. Mereka gagal berburu.

Babak selanjutnya, ada seorang gadis meronta sedang menggendong bakul. Dia menangis karena tidak berhasil mendapatkan makanan di hutan. Babak diakhiri oleh penampilan sesosok pria bercawet sedang memikul kerangka bumi yang digambarkan dengan warna merah menyala. Itulah yang disebut Aart S Jauhari, sang sutradara sebagai bumi yang memanas.

Pentas ini nampaknya bukan saja ingin menunjukan eksistensi masyarakat pribumi Jambi yang kian terpuruk, namun lebih pada kritikan tentang pemanasan global. Sebuah akibat yang akhirnya menimbulkan kesengsaraan orang rimba.

Bahkan, kini hewan buruan dan kicauan burung telah musnah. “Kami prihatin sekali dengan keadaan ini, dan inilah yang bisa kami persembahkan untuk membantu mereka. Setidaknya, banyak orang yang tahu akan situasi ini,” terang Jauhari.

Rencananya, usai pentas di Jogja, teater ini juga akan digelar di beberapa tempat di Bali selama sepuluh hari. (Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)
HARJO CETAK

Foto
Teater Orion asal Jambi saat mementaskan teater Bukit Dua Belas di Panggung Tari Tedjakusuma, UNY, Rabu (9/2) malam.(Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya