SOLOPOS.COM - Ilustrasi parkir di tepi jalan (JIBI/Solopos/Dok.)

SOLO – Masalah tarif baru parkir rupanya masih ramai saja. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Solo sudah merekomendasikan Pemkot untuk menundanya. Sebaliknya, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) menegaskan bakal terus memberlakukannya.

Rekomendasi BPSK itu didasarkan karena cukup banyak konsumen mengeluhkan penerapan tarif baru parkir yang sudah diberlakukan sejak 1 Januari lalu. Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Solo, Yosca Herman Sudrajat, ketika dihubungi Sabtu (21/1/2012) malam, menegaskan penundaan tarif baru parkir tak bisa serta merta dilakukan. “Kalau ada masyarakat yang masih belum mengetahui (tarif baru-red) itu wajar. Tetapi tidak bisa tarif itu ditunda,” ujarnya.

Wakil Ketua BPSK Solo, Bambang Ari Wibowo, menyatakan penundaan tarif baru harus dilakukan hingga seluruh unsur terkait benar-benar siap. Ditegaskan dia, penerapan tarif baru parkir dengan sistem zonasi telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Juru parkir (Jukir) yang menjadi pelaksana penerapan tarif parkir baru belum siap. Ujung-ujungnya, para pengguna jasa parkir yang dirugikan. “Pemkot Solo bisa saja dikartu kuning lantaran jelas-jelas merugikan konsumen karena ketidakjelasan penerapan tarif parkir baru,” ucapnya.

Menurutnya, sosialisasi yang dilakukan instansi terkait sangat minim. Mayoritas masyarakat umum tidak memahami terkait penerapan zona parkir. Begitu juga dengan kesiapan jukir dan sarana penunjang seperti karcis parkir. Banyak temuan pelanggaran di lapangan yang merugikan para pengguna jasa parkir.

Dicontohkannya, di Jl Slamet Riyadi yang notabene masuk zona C, namun karcis parkir yang diberikan jukir berbeda. Sementara, pengguna jasa parkir tetap dipungut tarif retribusi sesuai aturan zona C dengan tarif termahal di Kota Bengawan. “UPTD Perparkiran belum siap menerapkan tarif parkir baru dengan sistem zona. Seperti di Kota Jogja ada papan pengumuman tarif zona yang dipasang di setiap kawasan, ini sudah melanggar UU Perlindungan Konsumen dan bisa dibawa ke ranah hukum,” terang dia.

Dia mempertanyakan waktu sosialisasi yang minim, namun instansi terkait memaksakan untuk menerapkan tarif parkir baru. Sebab, Perwali diterbitkan pada tanggal 23 Desember 2011, sementara tarif parkir baru diterapkan per 1 Januari 2012. Artinya, sosialisasi yang dilakukan pada pengguna jasa parkir kurang dari sepekan. “Saya mau nanya, kapan sosialisasi untuk masyarakat? Apakah hanya dengan kurang dari sepekan masyarakat paham tentang tarif parkir baru?” paparnya.

“Sosialisasi terhadap seluruh stake holders harus dilakukan UPTD Perparkiran secara maksimal. Kami bisa memberikan surat peringatan (SP) pada UPTD Perparkiran agar menunda hingga seluruh pihak terutama masyarakat benar-benar siap. Jika SP tak digubris maka kami bisa menghentikan penerapan Perda No 9/2011 tentang Retribusi Daerah,” tukas Bambang.
Menanggapi tudingan minimnya sosialisasi, Yosca Herman menegaskan pihaknya telah mengadakan sosialisasi. Dia mengatakan penerapan tarif baru parkir sebagai upaya mengendalikan lalu lintas di Kota Solo. “Tarif berdasarkan zona itu juga sebagai upaya untuk pengendalian lalu lintas, karena ada zona-zona itu sudah mengatur tingkat lalu lintasnya yang berbeda, sehingga tarifnya pun juga berbeda,” tandas dia.

Selain itu, lahan parkir di Solo juga terbatas. Pengendalian itu, tambahnya, juga terkait pengendalian sosial. Terutama terus bertambahnya jukir di Solo. Yosca menyebut tahun 2006 silam ada 1.700 jukir. Namun hingga 2011, jumlahnya menjadi 3.100 jukir.

JIBI/SOLOPOS/Bony Eko W/A Mufid Aryono

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya