SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/dok)


Aktivitas di galian C Desa Kenteng, Kecamatan Nogosari, Minggu (31/3/2013), masih terlihat. Sebagian lokasi galian telah menginjak masa reklamasi, pengusaha lancar menggelar usahanya meskipun dari awal hingga saat ini izin pertambangan belum mereka kantongi. (Oriza Vilosa/JIBI/SOLOPOS)

Permukaan tanah di area galian C Desa Kenteng, Kecamatan Nogosari, Boyolali yang dulu terlihat tinggi mulai tampak rata dengan bagian tanah sekelilingnya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Masih ada aktivitas sejumlah alat berat di salah satu dari dua lokasi galian di sana, Minggu (31/3/2013). Gundukan tanah di sana juga nyaris habis. Truk-truk mengangkut tanah keluar dari lokasi itu. Sementara di sekelilingnya, tanah mulai terlihat menjadi hamparan sawah hijau. Aktivitas petani pun terlihat seiring masih tampak hilir mudik truk bermuatan tanah keluar masuk kawasan tersebut.

Warga Desa Potronayan atau desa yang bertetangga dengan kawasan galian C itu, Agustus lalu, tentu tak lupa terhadap aksi mereka. Saat itu, warga memprotes pengusaha galian C yang dinilai tak mengindahkan sejumlah kesepakatan mengenai sistem pengambilan tanah.

“Kesepakatan awal truk harus dipasangi penutup agar tak menimbulkan polusi dan pengusaha bersedia menyirami jalan agar debu tak menggangu pelintas jalan serta warga,” kata sejumlah warga yang sempat memblokade pintu masuk galian C, saat itu.

Setelah berembug, warga dan pengusaha pun mulai terlihat tenang. Tak terlihat adanya gesekan antara kedua pihak. Namun, masih terdengar sejumlah keluhan yang disuarakan oleh sejumlah warga sekitar dua desa itu. Mereka umumnya adalah pengguna jalan Nogosari-Mangu atau jalur yang melintasi jalan yang biasa dipakai truk-truk bermuatan tanah galian C Kenteng.

Selain debu, pelintas jalan juga menggeluhkan kondisi jalan. Di antara mereka, menyorot proyek pembangunan jalan Pilangsari (Potronayan)-Mangu yang seakan sia-sia. “[Jalan] yang rusak kian rusak, yang baru dibenahi jadi cepat rusak,” ungkap mereka.

Bagaimana tidak, jalur tersebut menjadi jalan utama bagi truk-truk pengangkut tanah menuju lokasi proyek pembangunan tol. “Ya, memang alokasi [tanah galian] mayoritas lari ke proyek [pembangunan] tol,” terang salah satu pemilik usaha galian C di lokasi itu, Bambang Satriawan, baru-baru ini kepada Solopos.com.

Bambang mengakui izin pertambangannya belum keluar meski tanah yang dikeruk dari kawasan itu sudah hampir bisa dimanfaatkan petani untuk bercocok tanam.

“Sudah reklamasi malah,” tambahnya.

Namun, dia terus melancarkan usahanya mengeruk tanah dari kawasan itu dengan dalih mendapat toleransi dari Pemkab Boyolali. “Ada retribusi. Satu rit Rp1.700. Jika harus menunggu izin kami juga dioyak-oyak petani. Karena, tanah buru-buru mereka garap,” ungkapnya.

Bupati Boyolali, Seno Samudro (Dok/JIBI/SOLOPOS)

Bupati Seno Samudro pun tak mengelak dua lokasi pertambangan itu belum mengantongi izin. Mengomentari soal gejolak warga memprotes aktivitas galian C itu, Seno menganggap warga pun mempunyai manuver dalam mengambil keuntungan.

“Soal kompensasi, sebenarnya sama-sama. Saya tahu kartu masing-masingnya,” ujar Seno saat dimintai pendapat Solopos.com soal tersebut.

Kepala DPU dan ESDM Boyolali Cipto Budoyo pun tak menyanggah mengenai masalah perizinan kegiatan pertambangan itu. Cipto menyebut upaya mencari izin sudah dilakukan.

“Teknisnya kan pengajuan dibarengkan dengan permohonan izin jenis pertambangan lainnya, jadi menumpuk dan relatif lama,” kata Cipto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya