SOLOPOS.COM - Pura Mangkunegaran Solo. (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Pimpinan baru Pura Mangkunegaran Solo atau Mangkunagoro X (MN X) punya tanggung jawab besar. Tanggung jawab tersebut yakni melanjutkan nilai-nilai kebudayaan dari dalam lingkungan pura.

Begitu juga dengan Tridharma Mangkunagoro I yang dianggap mampu membuat Mangkunegaran selalu adem ayem sampai hari ini. Bunyi Tridharma dalam kepemimpinan tersebut yakni rumangsa melu handarbeni, wajib melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal itu disampaikan sejarawan dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Susanto, saat dihubungi Solopos.com, belum lama ini. Kekuatan Pura Mangkunegaran menurutnya adalah nilai-nilai kebudayaan yang masih dipegang sampai hari ini.

Baca Juga: Berharap Suksesi Damai di Pura Mangkunegaran Solo, Tanpa Polarisasi

Tanpa itu, siapa pun sang pemimpin Mangkunegaran Solo nantinya, ia hanya penguasa tanpa otoritas. Padahal menurutnya kekuasaan itu bukan suatu hal yang penting. Hal yang paling penting adalah otoritas.

“Kalau enggak punya otoritas, kekuasaan bisa turun. Otoritas ini yang membuat dia [MN X] nanti dipercaya. Misal memimpin upacara adat mewakili keluarga. Upacara penting sekali. Upacara ini yang mengikat hati warga Mangkunegaran, termasuk kohesi sosialnya dengan masyarakat,” kata Susanto.

Pimpinan, menurutnya, juga menjadi petugas hubungan masyarakat (humas) yang menyampaikan value istana kepada pihak luar. Susanto mencontohkan Mangkunagoro VII yang sangat paham tentang wayang, sekaligus menguasai banyak bahasa.

Baca Juga: Suksesi Mangkunegaran Solo, Paundrakarna Sebut Bhre Boneka Ibunya

Pegangan Ilmu yang Kuat

Dengan kemampuan itu Mangkunagoro VII kala itu bisa dengan mudah menceritakan kebudayaan di Pura Mangkunegaran Solo kepada pihak luar. “Ini yang akan menjadi pekerjaan rumah besar bagi Gusti Bhre [GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo], kalau menjadi penerus,” kata Susanto.

Kendati demikian, Susanto mengatakan posisi Bhre yang masih muda juga sangat menguntungkan. Kalau sudah punya pegangan ilmu yang kuat, ia bisa membahasakan nilai-nilai lama soal kebudayaan ke dalam situasi sekarang.

“Saya rasa Pura Mangkunegaran aman, tidak akan ada polarisasi. Semua harus pegang teguh pada hasil musyawarah. Antara yang dipimpin dan yang memimpin harus hanebu sauyun, seperti ajaran MN I. Maknanya, seperti batang tebu yang terikat. Ajaran itu terbukti berhasil menjadi pegangan manajemen konflik kala MN I,” kata Susanto.

Baca Juga: Kerabat Mangkunegaran Solo soal Calon MN X: Bhre Sosok yang Visioner

Sementara itu, Susanto, mengaku tak terlalu kaget tentang pernyataan Pengageng Wedhana Satrio Pura Mangkunegaran, KRMT Lilik Priarso Tirtodiningrat, yang mengatakan pemimpin baru Mangkunegaran Solo mengerucut pada nama Bhre.

Menurutnya, penerus memang putra dari permaisuri yang mendampingi semasa hidup hingga tutup usia. Sementara kalau dirunut, memang nama Gusti Bhre yang paling kuat.

Waktu Ideal Jumenengan

Susanto mengakui pernah mengatakan soal adanya cucu dan anak menantu sebagai penerus takhta Mangkunegaran. Ia mengatakan itu sekadar referensi. Penerusan takhta kepada cucu dan menantu juga kasuistik, dilatarbelakangi banyak persoalan. “Kalau Bhre malah enggak mengagetkan kalau langsung ditunjuk,” kata Susanto.

Baca Juga: Abdi Dalem Pura Mangkunegaran Solo Mulai Bersiap, MN X Segera Jumeneng?

Soal waktu ideal untuk jumenengan, Susanto mengatakan tak perlu terburu-buru. Semuanya situasional. Pergantian dari Mangkunegara VI menuju Mangkunegara VII bahkan berjarak dua tahun. Kala itu takhta Mangkunegara VI sudah akan diserahkan kepada Mangkunegara VII pada 1914, namun baru terjadi pada 1916.

“Kalau menurut saya ya tidak ada target hari. Jadi yang tergantung bagaimana musyawarah kerabat nanti. Mana yang paling bisa diterima semua. Ini kan hanya simbol kekuasaan tradisional. Tapi yang memang penting keberadaannya, karena ada nilai disitu. Tanpa adanya kepemimpinan, nilai yang ada di Pura Mangkunegaran, bisa hilang,” katanya.

Sebagaimana diberitakan, suksesi kepemimpinan Mangkunegaran Solo disebut mengarah kepada GPH Bhre Cakrahutomo. Namun, informasi itu memancing reaksi dari putra sulung Mangkunagoro IX, GPH Paundrakarna yang juga dinilai berhak meneruskan takhta sang ayah. Paundra bahkan menyebut Bhre hanyalah boneka ibunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya