SOLOPOS.COM - Calon penumpang bersiap melakukan lapor diri sebelum terbang di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (7/5/2020). (Antara-Muhammad Iqbal)

Solopos.com, JAKARTA -- Sikap kontroversial pemerintah soal pelonggaran PSBB dinilai sebagai penerjemahan para pejabat penanganan Covid-19 untuk menuruti keinginan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal ini berawal dari pernyataan Presiden yang menargetkan kehidupan akan kembali normal pada Juli mendatang.

Pendapat itu dilontarkan oleh ekonom senior Faisal Basri secara live streaming dalam program Mata Najwa yang ditayangkan Trans7, Rabu (13/5/2020). Menurut Faisal, ide pelonggaran PSBB berawal dari keinginan Jokowi bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir pada Juni 2020.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

UU Minerba Baru Untungkan 7 Perusahaan Batu Bara, Termasuk Adaro

"Ini kan menerjemahkan keinginan Presiden, bahwa Mei-Juni turun. Ya semua juga ingin begitu," kata Faisal.

Faisal pun mempertanyakan apa dasar keinginan pemerintah Jokowi melonggarkan PSBB, apalagi dengan mengizinkan pekerja di bawah 45 tahun kembali bekerja. Semestinya, kata dia, ada data epidemiologi yang menunjukkan penurunan kasus baru Covid-19. Tapi lagi-lagi dia meragukan itu karena tes PCR yang dilakukan di Indonesia masih sangat minim.

Pertama! Pasien Positif Covid-19 Alumni Ijtima Gowa di Klaten Sembuh

"Nah pemerintah harus terus melakukan tes. Alasan pemerintah kan kita sulit mendapatkan tes kit. Tapi kenapa negara seperti Bangladesh bisa melakukan tes yang lebih banyak daripada kita?" tanyanya.

Tak hanya pelonggaran PSBB, Faisal menduga pernyataan-pernyataan kontroversial pemerintah Jokowi tersebut karena tak jelasnya kepemimpinan. Ekonom yang kritis terhadap cara pemerintah Jokowi menangani pandemi Covid-19 ini menilai tidak ada panglima yang jelas dalam menangani Covid-19.

Pasal-Pasal Mencurigakan di UU Minerba Baru, Untungkan Pengusaha Kelas Kakap

"Menurut saya, ini panglima perangnya enggak jelas siapa. Semua menteri senior ya bicara selera masing-masing. Menurut saya untuk Covid-19 ini serahkan ke panglima perangnya atau wakilnya, tapi panglimanya enggak jelas," kata dia.

Pemerintah Tak Jelas

Ketidakjelasan sikap pemerintah Jokowi itu muncul sejak awal pandemi Covid-19, jauh sebelum ide pelonggaran PSBB. Awalnya Presiden Jokowi menyatakan darurat kesehatan, status yang semestinya menempatkan Menteri Kesehatan sebagai "panglima". Namun, berikutnya justru Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Doni Monardo menjadi Kepala Gugus Tugas.

Ilmuwan Ragukan Klaim Penurunan Kasus Covid-19 Pemerintah Jokowi

Belakangan, Kementerian Perhubungan juga mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip PSBB. Misalnya membolehkan driver ojek online mengangkut penumpang hingga membuka izin angkutan umum kembali beroperasi.

"Seharusnya kajian ini yang melakukan siapa? Epidemiolog. Setidaknya kalau [hanya] disiapkan oke saja. Tapi relaksasi itu di seluruh dunia, seperti Spanyol dan Italia, angka kematian turun, active cases-nya turun, meskipun cummulative naik terus," kata Faisal.

Usia 45 Tahun ke Bawah Boleh Bekerja Saat Pandemi, Pemerintah Maunya Apa?

Faisal mengingatkan pelonggaran PSBB ala Jokowi ini bisa menjadi blunder bagi penanganan Covid-19. "Yang saya lihat itu seperti Iran, turun tapi mereka overconvident [terlalu percaya diri melonggarkan lockdown]. Nah sekarang mereka justru menghadapi second wave [gelombang kedua Covid-19]."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya