SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

KORBAN JEMBATAN KUKAR--Jenasah Didik Teranghono yang menjadi korban jembatan ambruk di Kutai Kartanegara dimakamkan di Joyontakan, Serengan, Solo, Rabu (30/11/2011). Jenazah yang ditemukan sekitar 300 meter dari lokasi jembatan ambruk itu diterbangkan melalui Bandara Adi Soetjipto Yogyakarta dan dilanjutkan perjalanan darat menuju Solo. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Kepergian salah satu korban tewas tragedi ambrolnya Jembatan Kertanegara di Tenggarong, Kutai Kertanegera, Didik Teranghono, meninggalkan kenangan manis bagi keluarga dan kerabat dekatnya. Apa saja kenangan itu? Berikut laporan Wartawan SOLOPOS, Aries Susanto.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Didik Teranghono, barangkali terlahir sebagai sang perantau. Lima tahun silam, dia pergi meninggalkan kampung halamannya hanya berbekal keberanian.

Dia tak memiliki ijazah yang berharga selain selembar ijazah SD. Dia juga tak memiliki banyak kesempatan untuk belajar, selain kesetiannya berguru kepada alam.

“Dia hanya lulusan SD. Namun, dia banyak belajar otodidak,” kata Yunus, kerabat Didik dari ayahnya saat berbincang dengan Espos di rumah  orangtua Didik di Kelurahan Joyotakan, RT 03/ RW IV, Serengan Solo, Rabu (30/11/2011).

Sebagai putera sulung, Didik memang tumbuh dengan rasa tanggung jawab besar. Putera pasangan Joko Raharjo dan Mariem itu tak pernah terbesit waswas ketika memutuskan harus merantau.

Bersama rekannya, dia akhirnya membelah samudera menuju daerah nan jauh di Provinsi Kalimantan Timur. Tak ada yang menyangka, Didik yang lahir jauh dari kemanjaan itu akhirnya menemukan sandaran hidupnya.

Lelaki yang berencana menikahi kekasihnya, Rosita tahun depan itu rupanya menjadi pelatih olahraga badminton di Kalimantan Timur.

“Dia memang suka badminton. Karena, ketekunannya, Didik akhirnya dipercaya sebagai pelatih,” jelas Yunus.

Namun, hidup kadang memang penuh teka teki. Anak muda itu rupanya menyudahi pengembaraan hidupnya sebelum menjemput kekasihnya ke pelaminan. Dan dia pun pulang ke alam keabadian di usianya yang masih muda, yakni 27 tahun.

“Pagi hari sebelum Jembatan Kartanegara runtuh, Didik sempat kirim kabar kepada orangtuanya bahwa dia bakal tanding di kejuaraan Bupati,” kisah Yunus.

Kabar itu ternyata menjadi kabar untuk yang terakhir kalinya. Didik yang dikenal warga sebagai anak berbakti kepada orangtuanya pun harus pergi dalam iringan tangis dan doa.

Ayahnya, Joko Raharjo hanya bisa berurai air mata. Tubuhnya lemas. Dia hanya bersandar pada setiap orang begitu menyaksikan jenazah puteranya turun dari mobil ambulans.

Sebelumnya, adik korban, Gunawan, 23, saat ditemui Espos menyatakan, pihak keluarga mendengar kabar berita meninggalnya Didik pada Minggu (27/11/2011) pagi di sebuah televisi.

Keluarga pun seolah tak percaya. Untuk memastikan kabar tersebut, keluarga menghubungi beberapa teman Didik di Tenggarong. “Memang benar, kakak saya ikut menjadi korban dalam peristiwa ambrolnya jembatan tersebut,” papar Gunawan, Selasa (29/11/2011) malam.

Gunawan menceritakan, saat mendengar kepastian kematian Didik, sang Ibu langsung shock. Bagaimana tidak, anak sulung yang menjadi tulang punggung keluarga itu meninggal mendadak.

Di mata keluarga, Didik merupakan sosok yang ramah, baik hati dan penuh kasih sayang terhadap kerabat maupun tetangga. Didik dimakamkan di Tempat Pemakaman Grawilan, RT 1/RW V, Joyotakan, Serengan, Solo, Rabu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya