SOLOPOS.COM - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan pernyataan pers soal dugaan penyadapan percakapan telepon dirinya dengan Ketum MUI KH Ma'ruf Amin, di Wisma Proklamasi, Jakarta, Rabu (1/2/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Pengamat intelijen Wawan Purwanto heran tentang heboh isu penyadapan padahal hingga kini tak ada bukti rekaman.

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat intelijen Wawan Purwanto mengaku heran dengan sikap mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meminta klarifikasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait isu sadapan pembicaraannya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin.

Promosi Sukomulyo Gresik Pemenang Desa BRILiaN Kategori Pengembangan Wirausaha Terbaik

Menurutnya, selain belum ada bukti penyadapan, dalam pengadilan dugaan pensitaan agama oleh gubenur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tidak pernah digunakan kata sadapan. “Belum ada bukti penyadapan di pengadilan. Saya sudah tanya ke semua instansi, belum pernah mengatakan ada penyadapan,” ujarnya dalam diskusi di Gedung DPR, Kamis (2/2/2017).

Ekspedisi Mudik 2024

Kendati demikian, sebagai orang yang menyatakan ada bukti komunikasi antara SBY dan Ma’ruf Amin, pengacara Ahok harus membuktikannya. Apalagi, ujarnya, pengacara menjanjikan satu dua hari sehingga sebaiknya publik menunggu saja. Untuk itu, dia tidak sependapat kalau persoalan itu sampai membawa-bawa Presiden Jokowi untuk menindaklanjutinya.

“Jadi tidak ada bukti yang dibuka, sehingga mau ribut seperti apa. Jangan kita terbawa irama genderang orang yang belum tentu ujung pangkalnya,” ujarnya.

Sementara itu, politikus PDIP yang juga anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengatakan bahwa SBY tidak boleh “bawa perasaan” dalam menanggapi isu tersebut. Dia juga menilai permintaan SBY kepada Presiden Jokowi untuk mengklarifikasi persoalan itu terlalu didramatisir. “Jadi [SBY] jangan ‘bawa perasaan’ dan melakukan dramatisasi seperti korban fitnah,” ujarnya.

Lebih jauh, Masinton mengatakan bahwa sebagai mantan presiden, SBY seharusnya menjadi negarawan sehingga tidak menyampaikan hal-hal yang tidak jelas ke publik. “Jangan sampai menepuk air di dulang, nanti terpercik wajah sendiri,” ujar Masinton tanpa memerinci penjelasannya.

Jika SBY merasa dirinya tersadap, SBY bisa menyampaikan hal itu ke penegak hukum. Seandainya punya informasi intelijen, maka perlu dijelaskan intelijen yang mana. “Jangan sampaikan ke publik soal urusan perasaannya,” ujar Masinton.

Sebelumnya, kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat, mengklarifikasi pemberitaan yang menyebut pihaknya meliki transkrip atau rekaman pembicaraan telepon antara SBY dan KH Ma’ruf Amin. Humphrey menyebutkan pihaknya tidak pernah sekalipun menyebut adanya transkrip atau rekaman pembicaraan telepon tersebut.

“Terkait konferensi pers Pak SBY, saya mendengar sepintas, bahwa ada transkrip yang dipegang tim penasihat hukum. Tidak pernah kita ungkapkan di pengadilan, saya tidak tahu kenapa ada kesimpulan itu. Persidangan kan direkam,” kata Humphrey dalam wawancara jarak jauh yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (1/2/2017) malam.

Dia memastikan dalam persidangan itu tidak pernah muncul kata “rekaman” dan “transkrip”. “Kebetulan saya yang bicara banyak soal komunikasi Pak SBY dan Ma’ruf Amin. Saya tidak pernah muncul kata rekaman atau transkrip.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya