SOLOPOS.COM - Ilustrasi/dok

Ilustrasi/dok

Rasanya belum lama persoalan status keistimewaan rampung dan terangkum dalam Undang-undang Keistimewaan (UUK). Belum lama juga semua keriuhan menuju status itu berlangsung. Tentunya banyak yang masih ingat bagaimana semua turut berjuang.

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Turut juga dalam gempita semangat menunju status keistimewaan. Status yang dalam benak semua warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah diperuntukkan bagi rakyat. Tapi meski belum lama, tampaknya banyak yang lupa, bahwa segala hal yang mengiringi status itu tak bisa dimiliki masing-masing pribadi. Salah satunya adalah soal Dana Keistimewaan atau danais.

Dana yang peruntukannya untuk provinsi dan bukan untuk kabupaten/kota ini rupanya membuat para pamong dan lurah di Kabupaten Bantul tergiur untuk mendapat jatah. Mereka yang tergabung dalam Paguyuban Tunggul Jati meminta Pemda DIY untuk tetap mengalokasikan dana keistimewaan untuk desa, terutama soal peningkatan kesejahteraan para pamong agar setara dengan gaji pegawai negeri sipil (PNS) golongan 2C-3A.

Tak hanya itu mereka juga minta tunjangan kesehatan, purna tugas, operasional dukuh, dan tunjangan lainnya. Dengan kesejahteraan meningkat, penyetaraan itu diklaim mampu meningkatkan pelayanan. Dalam benak para pamong dan lurah ini.

Padahal sebelumnya Dirjen Otonomi Daereh Kemendagri tak memperbolehkan danais dicairkan langsung sesuai jumlah permintaan dukuh. Sebab, berdasarkan UU No13/2012, keistimewaan bukan terletak pada tataran kedesaan, sehingga Pemda DIY harus melihat dalam tataran provinsi.

Apa kata Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono? Ia menyebut tak mau menyalahi petunjuk Kemendagri sebab danais memang bukan untuk dicairkan langsung berupa gelontor uang apalagi gaji pamong dan lurah.

Keistimewaan tetap akan sampai ke masyarakat berupa program. Program yang dimaksud misalnya, program bersih desa, pengembangan desa setempat dan lain sebagainya yang menyangkut pemberdayaan masyarakat.

Sultan juga menyebut keistimewaan hanya ada lima pilar yaitu persiapan penetapan gubernur dan wakil gubernur, pertanahan, kelembagaan, kebudayaan dan tata ruang. Soal kesejahteraan pamong desa tidak bisa dikaitkan ke dalam pilar tersebut.

Kelembagaan yang dimaksud adalah dalam tataran provinsi, sedangkan dalam pilar kebudayaan yang dimaksud adalah aktivitas seni budaya yang tentunya tidak masuk akal jika menyangkut tentang gaji.

Tampaknya pemahaman tentang  UUK di tataran pamong dan lurah masih samar. Sehingga muncul anggapan dana keistimewaan bisa untuk meningkatkan kesejahteraan melalui gaji mereka. Mereka juga lupa, semangat perjuangan keistimewaan adalah untuk rakyat banyak, bukan pribadi.

Bagaimanapun, para pamong dan lurah mesti mengingat itu. Yang harus dipahami bersama adalah dana keistimewaan bukan uang yang bisa dibagi-bagi begitu saja. Dana ini untuk menjaga agar DIY tetap istimewa dari sudut pandang lima pilar yang juga akan dipertanggungjawabkan rinci Pemda ke Pusat. Dana ini bukan hadiah yang akan digunakan “berpesta”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya