SOLOPOS.COM - Ilustrasi/dok

Ilustrasi/dok

Rupanya perjudian sudah menjadi “hiburan” tambahan bagi anak sekolahan. Di Gunungkidul, judi malah merambah kalangan pelajar (Harian Jogja, Senin (17/12/2012). Bentuk perjudian yang mereka lakukan juga lumayan beragam, dengan nilai taruhan yang beraneka macam pula. Salah satu yang populer adalah krikilan atau tebak jumlah kerikil. Nilai taruhannya kecil-kecilan, hanya Rp1.000.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Selain itu, beberapa pelajar di Gunungkidul juga suka mengadu nasib mereka pada tenak-tebakan skor sepak bola yang ditayangkan di televisi. Untuk jenis taruhan ini, nilainya tak bisa dibilang sedikit, yakni Rp100.000. Mereka beralasan tebak-tebakan jumlah kerikil atau skor pertandingan hanyalah hiburan semata.

Ekspedisi Mudik 2024

Tak ada niat mencari untuk di balik permaian adu untung itu. Namun, jika fenomena ini dibiarkan tanpa penanganan, akibatnya bisa buruk. Saat mereka dewasa, saat mereka mungkin  sudah menjadi anggota masyarakat yang disegani, bukan mustahil mereka bisa kecanduan judi. Salah satu contoh terbaru adalah tertangkapnya Ketua Nonaktif DPRD Gunungkidul Ratno Pintoyo ketika bermain kartu remi. Saat tertangkap, Ratno bahkan masih terbelit kasus hukum, yakni dugaan korupsi tunjangan Dewan periode 1999-2004.

Hingga kini, judi belum dilegalkan di Indonesia. Menurut Pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ancaman pidana pelaku perjudian cukup berat dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp25 juta.Permainan judi, dalam pasal itu didefinisikan sebagai tiap-tiap permainan di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir.

Maraknya judi yang sudah merambah berbagai kalangan, dari pelajar hingga pejabat publik harus menjadi perhatian semua pihak. Di Gunungkidul, Ketua Dewan Kebudayaan CB Supriyanto menengarai maraknya judi di kalangan pelajar karena minimnya hiburan di kabupaten terluas di DIY itu. Para pelajar butuh bersenang-senang untuk sejenak keluar dari rutinitas harian mereka dan tenggelam dalam permaian adu untung yang murah menjadi pilihan mereka.

Mereka juga mendapat contoh dari kakak-kakak kelas atau bahkan dari lingkungan sekitar mereka. Permainan kartu  sudah jamak di masyarakat. Hal itu terlihat saat ada warga yang menggelar hajatan maupun di gardu ronda. Tak jarang ada uang yang dipertaruhkan dalam “hiburan” kecil itu. Pendapat yang diutarakan Sosiolog Universitas Gunungkidul Pat Mardyana tampaknya perlu dicermati.

Menurutnya pemberantasan judi, terutama di kalangan pelajar tak cukup hanya dengan hukuman. Kurungan penjara tidak memberikan pendidikan pada pejudi. Hal pertama yang harus dilakukan untuk memberantas judi adalah memberikan pemahaman bahwa berjudi dapat merugikan banyak pihak.
Perjudian yang bertujuan mencari untung kadang menimbalkan efek negatif bagi pelakunya. Pemahaman dan pendidikan juga harus dimulai dari kelompok masyarakat yang terkecil, yakni keluarga. Bagaimanapun, judi belum menjadi perkara legal di Indonesia. Sebelum terlambat, pemahaman dampak buruk judi harus ditanamkan sejak remaja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya