SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Hari Anti Tembakau se-Dunia atau World No Tobacco Day selalu diperingati hari ini atau 31 Mei. Peringatan ini bukan sekedar ceremonial. Karena sejak diperingati pertama kali pada 1978, momentum 31 Mei memang sengaja dijadikan pengingat kepada masyarakat akan buruknya efek rokok. Namun pertanyaan yang terus muncul, sudahkah konsumsi rokok berkurang seiring peringatan Hari Antitembakau yang diperingati setiap tahun?

Kita tentu akan miris membaca data Dinas Kesehatan Provinsi DIY yang menyebutkan 50% perokok adalah siswa SMA dan 30% siswa SMP. Jumlah usia sekolah yang menjadi perokok aktif di DIY bahkan menempati urutan keempat provinsi dengan jumlah perokok terbanyak.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sejatinya, WHO mengharapkan Hari Antitembakau bisa menurunkan produksi rokok di dunia dan penerapan undang-undang antirokok yang ketat. Rokok oleh WHO dianggap sebagai barang yang sangat mematikan masyarakat dunia.

Anak-anak usia sekolah di DIY sebenarnya tahu bagaimana rokok itu sangat berbahaya. Dalam satu batang rokok mengandung sejuta zat racun yang dapat merusak tubuh manusia. Tak hanya bagi pemakai, rokok juga merugikan bagi mereka perokok pasif. Bahkan risiko bagi perokok pasif berdasarkan penelitian mencapai dua kali lipat dibandingkan perokoknya.

Catatan WHO juga menyebutkan setiap detik satu orang meninggal karena rokok. Sedangkan data epidemi dunia menunjukkan tembakau membunuh lima juta orang setiap tahunnya. Jika ini terus berlanjut maka dikhawatirkan bahaya rokok di tahun 2020 akan menyebabkan terjadinya sepuluh juta kematian. Dan 70% kematian itu terjadi di negara yang sedang berkembang.

Namun sayangnya, mengatur persoalan konsumsi rokok tidaklah mudah. Meminta orang untuk berhenti merokok bukan pekerjaan yang gampang. Menasihati pelajar yang notabene sudah mengetahui bahaya merokok juga bukan pekerjaan yang bisa dilakukan dengan cepat.

Adalah tugas pemerintah, instansi pendidikan, masyarakat dan keluarga untuk menegakkan kampanye berhenti merokok. Atau jika memaksa seseorang berhenti merokok terlalu berat, bisa meminta agar perokok aktif merokok di tempat yang semestinya agar tidak merugikan perokok pasif.

Fakta bahwa banyak pelajar di DIY yang menjadi perokok aktif bukan barang yang bisa disepelekan. Kondisi ini harus dicegah agar jumlahnya tak meningkat. Caranya misalnya dengan melakukan kampanye bahaya rokok sejak dini sehingga pelajar menjadi takut untuk menjadi perokok.

Aturan pemerintah tentang kawasan khusus buat perokok juga harus ditegakkan jangan hanya menjadi program kampanye seumur jagung. Kalau perlu berikan sanksi bagi perokok yang menghisap batang rokok di sembarang tempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya