SOLOPOS.COM - Riwi Sumantyo/Istimewa

Solopos.com, SOLO — Dhik, apa salah awakku iki / kowe nganti tega mblenjani janji / apa merga kahanan uripku iki / mlarat bandha seje karo uripmu // Aku nelangsa merga kebacut tresna / ora ngira saikine cidra.

Begitulah lirik lagu yang dinyanyikan Didi Kempot. Ketika Didi Kempot menyanyikan lagu berlirik itu pasti seluruh penonton konser, di alun-alun, gedung pertemuan sebuah kantor, atau convention room hotel berbintang, serentak mengikuti dengan sukarela, penuh energi, dan semangat serta menghayati dengan mendalam.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Lagu Cidra seolah-olah menjadi “lagu kebangsaan” para penggemar Didi Kempot karena dianggap mewakili perasaan terdalam sebagian besar penggemar dan lagu ini tidak pernah absen dari konser Didi Kempot.

Ada deretan lagu lain yang biasanya menghiasi konser sang maestro lagu pop Jawa atau campursari itu, di antaranya Kalung Emas, Pantai Klayar, Layang Kangen, Stasiun Balapan, Sewu Kutha, Suket Teki, Banyu Langit, dan tentu saja lagu fenomenal yang paling ditunggu penggemar, yaitu Pamer Bojo, yang biasanya akan disertai dengan kehebohan penonton meneriakkan kor cendhol dawet.

Ekspedisi Mudik 2024

Didi Kempot adalah penyanyi yang memiliki otentisitas tinggi. Bisa dikatakan semua lagu yang dia bawakan di panggung adalah lagu dia sendiri, bukan cover lagu orang lain. Tidak mengherankan, jika diperhatikan, ketika ada senggakan lain di luar lirik aslinya, sang penyanyi tidak pernah ikut bersuara, hanya memberikan gimmick berupa gerakan tangan.

Frasa cendhol dawet adalah senggakan yang dikenalkan penyanyi Agus Purwadi alias Abah Lala, beserta grup musik MG-86. Abah Lala adalah musikus dangdut yang berasal dari Musuk, Boyolali.

Tahun Didi Kempot

Di luar urusan politik, tahun 2019 yang baru saja berlalu seolah-olah menjadi tahun musikus Didi Kempot. Berawal dari manggung di Taman Balekambang, Kota Solo, pada tanggal 9 Juni 2019, di tempat itulah maestro campursari tersebut seolah-olah dilahirkan kembali. Sang penyanyi kaget karena sebagian besar penonton didominasi, menurut istilah dia, ”kaum akademisi”.

Berawal dari pentas di Balekambang itulah disematkan julukan baru bagi Didi Kempot, Godfather of Broken Heart. Rupanya ada beberapa kalangan yang secara jeli berhasil mengidentifikasi lirik-lirik lagu Didi Kempot yang hampir semuanya berisi tentang patah hati, kekecewaan, dan berbagai perasaan inferior lainnya.

Setelah konser tersebut, sang ”Pangeran Sakit Hati” menjadi trending topic di Twitter, sebuah platform media sosial, yang bagi penyanyinya sendiri bisa dikatakan adalah “barang asing”. Peran media sosial memang luar biasa, hingga kabar tersebut sampai kepada youtuber Gofar Hilman.

Dia memiliki kanal di Youtube yang memiliki subscriber lumayan banyak dan salah satu content andalannyaadalah Ngobam, Ngobrol Bareng Musisi. Ngobam bersama Didi Kempot diselenggarakan off air dan disiarkan live di kanal Youtube Gofar Hilman pada 21 Juli 2019 di Wedangan Gulo Klopo, Kartasura, Sukoharjo.

Acara tersebut sukses besar. Penontonnya membeludak jauh di luar perkiraan dan menjadi trending di Youtube hingga ditonton jutaan kali. Dua momentum itulah yang menjadi awal masa jaya kembali sang musikus, Didi Kempot reborn. Julukan lain kemudian disematkan kepadanya, seperti Lord Didi, Bapak Lara Ati, dan sebagainya.

Komunitas penggemar Lord Didi menyebut diri mereka sebagai Sad Bois, Sad Gerls, dan Kempoters. Komunitas Solo Sad Bois Club kemudian berkumpul dalam sebuah acara Musyawarah Nasional Pengukuhan Awal yang diadakan di Rumah Blogger Indonesia (RBI), di Jl. Apel III, No. 27, Jajar, Laweyan, Solo. Dari sinilah lahir sebuah nama yang kemudian viral yaitu Komunitas Sobat Ambyar.

Metamorfosis Makna

Kata ambyar yang sebelumnya dianalogikan dengan situasi orang patah hati, kecewa, mutung, dan berbagai suasana sedih lainnya, kemudian mengalami metamorfosis makna. Meminjam istilah W.S. Rendra dalam puisinya, kata ambyar kemudian ”meruang” dan ”mewaktu”.

Sekarang orang menggambarkan suasana hati yang gembira, gayeng, heboh juga dengan kata ambyar.  Lagi-lagi ini berkat peran kaum milenial dan kontribusi media sosial yang penetrasinya luar biasa.

Sulit dimengerti, bahkan oleh penyanyinya sendiri, bahwa lagu-lagu tradisional, khususnya yang berbahasa Jawa, bisa digandrungi oleh kaum milenial. Selama ini mereka cenderung menyukai lagu pop ”produk Jakarta” atau yang import branded, semacam Michael Buble, Ed-Sheeran, atau penyanyi K-Pop.

Situasi berubah sama sekali karena Didi Kempot dan para warganet yang memviralkan. Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan industri musik juga terdisrupsi pada era industri 4.0 ini. Zaman sekarang yang penting viral. “Viral” menjadi komoditas baru yang membius orang dan diburu berbagai kalangan.

Tidak mengherankan kemudian Didi Kempot digemari dan diundang di berbagai tempat, lintas kalangan dan lintas genre musik. Sejak viral sampai saat ini mungkin sudah di ratusan kota/daerah tur yang dijalani penyanyi tersebut, mulai dari area terbuka (open space) sampai tempat yang eksklusif di hotel berbintang lima.

Mulai dari konser gratisan hingga yang berbayar jutaan rupiah. Mulai dari komunitas penggemar motor sampai tampil di istana kepresidenan. Di berbagai panggung, Lord Didi sering menyebarkan virus positif lewat tagline ”patah hati sing penting dijogeti”. Sebuah pesan moral yang luar biasa, bahwa dalam hidup ini tidak semua impian, gegayuhan, itu bisa diraih.

Seandainya impian itu belum tercapai, tidak boleh patah semangat, apalagi membenci orang/pihak lain yang dianggap menggagalkan impian tersebut. Alasannya adalah bahwa di luar itu, masih terbersit harapan. Rendra dalam sajak yang berjudul Pamflet Cinta, menulis demikian, Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu. Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak. Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.

Artinya, selama kita masih bisa melakukan hal-hal positif sesuai dengan passion kita, patah semangat adalah kosakata yang harus disingkirkan jauh-jauh dari pikiran kita. Kesuksesan Didi Kempot kemudian menginspirasi beberapa seniman lain untuk menciptakan dan atau menyanyikan lagu berbahasa Jawa, yang kemudian viral.

Denny Caknan dengan hits Kartonyono Medhot Janji, Ndarboy Genk dengan Balungan Kere, Ilux Id viral dengan lagu Mundur Alon-alon, atau Abah Lala yang lumayan sukses dengan lagu Gedhe Rasa.

Yang menarik ketika terjadi demonstrasi yang dimotori mahasiswa menolak revisi UU KPK dan revisi KUHP. Banyak poster yang berisi kata-kata “meminjam” beberapa lirik lagu Didi Kempot, Denny Caknan, atau penyanyi lainnya.Hal ini menjadi warna lain dan cukup membuat susasana demonstrasi menjadi “agak adem”.



Perubahan Pola Pikir

Perubahan preferensi, pola pikir, dan sikap memang sedang terjadi pada sebagian besar masyarakat dewasa ini, terutama kaum milenial. Merekalah motor penggerak peradaban masa depan. Di bidang entertaintment, hobi kaum milenial adalah musik, film, dan olahraga.

Preferensi musik juga mulai bergeser dan relatif lebih beragam. Presiden Joko Widodo, seorang presiden yang bisa dikatakan sangat “kekinian”, menangkap fenomena tersebut dengan sangat baik. Dalam sebuah pertemuan dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), ia menyampaikan pesan penting untuk membumikan Pancasila kepada generasi muda, kaum milenial, lewat berbagai media dan platform yang digemari anak muda.

Tidak masalah menyelipkan pesan nilai-nilai Pancasila ke dalam lagu Pamer Bojo atau lewat komunitas Sobat Ambyar. Dalam hal pekerjaan, kaum milenial cita-citanya juga cenderung berubah. Banyak di antara mereka yang tidak bercita-cita bekerja di bidang yang ”konvensional”.

Mereka ingin menjadi youtuber, selebgram, selebtwit, dan predikat sosial lain yang jualan utamanya adalah memviralkan sesuatu. Ini transformasi lain dari kaum milenial yang juga getol bercita-cita punya usaha rintisan (start-up). Kesuksesan berbagai start-up seperti Gojek yang telah menjelma menjadi decacorn, istilah untuk start up yang memiliki valuasi lebih dari US$10 miliar (sekitar Rp140 triliunah), Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan disusul Ovo yang merupakan unicorn (usaha rintisan dengan valuasi di atas US$1 miliar atau sekitar Rp14 triliun).

Hal inilah yang menginspirasi berbagai pihak, terutama kalangan milenial, untuk berusaha melahirkan usaha rintisan di berbagai bidang. Muncullah Ruang Guru, Halodoc, dan usaha rintisan lainnya. Menjadi youtuber seperti Atta Halilintar yang diperkirakan berpenghasilan puluhan miliar rupiah per bulan atau selebgram yang penghasilannya ratusan juta rupiah per bulan rupanya mempunyai daya bius yang memesona.

Memang harus diakui sebenarnya persentasenya lebih banyak yang gagal daripada yang berhasil ketika ingin mendirikan usaha rintisan dan sebagainya. Persis seperti menjamurnya warung atau rumah makan. Menurut survei, yang berhasil tetap eksis dalam jangka waktu tertentu hanya 25%-30%.

Faktanya tetap saja gelombang perubahan yang ditandai disrupsi di segala bidang ini akan sulit dibendung. Tekad dan semangat tidak boleh padam dalam situasi apa pun. Persis seperti yang sering diucapkan Sang Pangeran Patah Hati dalam berbagai konser. Penggalan puisi Rendra berikut ini bisa dijadikan motivasi bagi kita semua.

Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh. Hidup adalah untuk mengolah hidup, bekerja membalik tanah, memasuki rahasia langit dan samudra, serta mencipta dan mengukir dunia. Kita menyandang tugas, kerna tugas adalah tugas. Bukannya demi surga atau neraka. Tetapi demi kehormatan seorang manusia.

Sebagai penutup, patut disampaikan bahwa rasanya tidak berlebihan jika pada 2019 Didi Kempot mendapat predikat singer of the year, lagu Pamer Bojo sebagai song of the year, dan kata ”ambyar” menjadi word of the year. Selamat tahun baru 2020. Salam ambyar….

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya