SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

MONTEVIDEO-Dikecam di Eropa karena tingkah lakunya di lapangan, penyerang kontrversial Liverpool Luis Suarez begitu kontras karena di negerinya ia dipandang sebagai sosok penyelamat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Para pendukung tim Biru Langit disambut hangat atas insting mencetak gol dan hasratnya meraih kemenangan, yang akan mewakili tim Amerika Selatan itu sepanjang Piala Konfederasi di Brazil.

Pemain 26 tahun itu, yang dijuluki “El Pistolero” atau petembak jitu, sekali lagi memperlihatkan keefektifannya dengan gol mengejutkan saat menang 1-0 atas Prancis pada pertandingan persahabatan di Montevideo pekan ini.

Betapapun berbakatnya dia, para penggemar di Eropa percaya bahwa Suarez merupakan pemain yang sering melewati batas ketika menyangkut masalah fair play.

Pada 2010 di perempat final Piala Dunia di Afrika Selatan melawan Ghana, ia dengan sengaja menghentikan tembakan pemain lawan dengan tangannya.

Tindakannya itu semestinya dapat membuat tim Afrika tersebut masuk ke semifinal pada akhir masa perpanjangan waktu.

Suarez diusir keluar lapangan namun Ghana kemudian gagal memanfaatkan penalti yang mereka peroleh. Uruguay kemudian memenangu pertandingan melalui adu penalti dan melaju ke empat besar.

Media Uruguay memuji Suarez atas handballnya itu, menyanjung hasratnya untuk mengorbankan diri, bahkan di saat banyak orang menilai dirinya berbuat curang yang memaksa Ghana tersingkir secara tidak adil.

Pada 2011, Suarez diskors delapan pertandingan karena menggunakan kata-kata rasial terhadap pemain bertahan Manchester United asal Prancis Patrice Evra.

Suarez bersikeras bahwa kata yang ia gunakan – “begro” (kulit dalam bahasa Spanyol) – tidak memiliki konotasi rasis di negaranya.

Tahun ini juga, Suarez harus menerima skorsing sepuluh pertandingan setelah dirinya menggigit lengan pemain Chelsea Branislav Ivanovic pada pertandingan di Stamford Bridge.

Insiden itu menjadi topik utama di media Inggris dan bahkan perdana menteri Inggris David Cameron mengutuk Suarez sebagai sosok yang memberi “contoh buruk.” Pemain ini selalu memilih untuk merespon kritik yang ditujukan kepadanya melalui permainan di lapangan: tidak diragukan lagi ia adalah operator yang efektif, mencetak 23 gol untuk Liverpool pada musim lalu – catatan gol terbaik peringkat kedua di Liga Utama Inggris.

“Anda dapat kehilangan sejumlah hal, namun Anda tidak boleh kehilangan kelicikan, hasrat yang Anda miliki sejak Anda menjadi anak-anak yang bermain di jalan,” kata Suarez kepada AFP dalam wawancara pada Maret.

“Jika saya tidak memiliki karakter yang saya miliki hari ini di lapangan, saya tidak berpikir bahwa saya akan menjadi pemain seperti saya pada hari ini,” tambahnya.

Mantan gelandang Real Zaragoza, Chelsea, dan Uruguay Gustavo Poyet, yang sekarang menjadi pelatih klub Inggris Brighton menjelaskan kesulitan mengatasi pemain seperti Suarez.

“Di sepak bola, Anda tidak dapat menggigit lawan Anda. Namun Anda harus mengambil dia apa adanya. Jika Anda menginginkan dirinya menjadi orang suci, maka ia tidak akan sama lagi,” ucapnya.

Di Brazil pada bulan ini, Suarez akan berupaya memenangi trofi lainnya, dua tahun setelah ia memperlihatkan kelasnya di Piala Amerika.

Namun ia kemudian akan harus membuktikan dirinya lebih bermanfaat bagi negaranya untuk membantu mereka lolos ke putaran final Piala Dunia tahun depan, di mana Uruguay saat ini terpuruk di peringkat keenam kualifikasi Amerika Selatan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya