SOLOPOS.COM - Patrialis Akbar setelah ditahan KPK terkait kasus suap. (JIBI/Antara)

Mahfud MD meminta publik tidak mengaitkan penangkapan Patrialis Akbar dalam kasus dugaan suap hakim MK dengan parpol atau pilkada.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengimbau agar publik tidak menyangkut pautkan penangkapan yang dilakukan KPK terhadap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dengan partai politik tertentu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Urusan Pak Patrialis ini adalah proses hukum biasa. Jangan dikaitkan dengan agama, pilgub, dan lainnya sehingga patokan untuk meng-OTT seseorang itu sudah ada patokannya. Kalau tidak memenuhi syarat ya tidak. Ini kan sudah mau di bawa ke mana-mana, seakan ini untuk kepentingan parpol tertentu,” ujar Mahfud di Gedung KPK, Senin (30/1/2016).

Mahfud mengatakan, sejauh ini hampir di setiap partai ada kadernya yang terkena OTT. “Padahal kalau kita baca satu per satu, Anda tanya kepada saya dari partai mana itu semua ada. Bukan hanya Patrialis. Di PDI Perjuangan ada Damayanti, Golkar ada, Nasdem ada Rio Capella, dari semua ada lah. Jadi ini tidak ada sesuatu pun yang diskriminasi. Ini tidak ada kaitannya dengan parpol. Itu sama aja. Pokoknya kalau OTT ya OTT aja. Lihat saja proses pengadilannya,” ujarnya.

Seperti yang diketahui, KPK menangkap Patrialis pada Rabu (25/1/2017) malam lalu. Patrialis yang juga merupakan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) diduga telah menerima suap dari seorang pengusaha impor daging dengan inisial BHR yang merujuk pada sosok Basuki Hariman. Suap diberikan melalui perantara berinisial KM yang merupakan pengusaha kecil sekaligus teman dari Patrialis.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menuturkan BHR selaku pihak swasta disebutsebut memiliki 20 perusahaan yang bergerak di bidang impor daging. Suap tersebut diduga berkaitan dengan putusan dalam judicial review UU No. 41/2014 tentang Perubahan Atas UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

“PAK diduga menerima hadiah US$20.000 dan SGD200.000. Dalam kegiatan ini tim mengamankan dokumen pembukuan perusahaan dan voucher pembelian mata uang asing dan draf putusan perkara,” ucapnya.

Terkait dengan UU No. 41/2014, ada empat pasal yang diuji materi yakni Pasal 26C ayat 1, Pasal 36C ayat 3, Pasal 36D ayat 1, dan Pasal 36E ayat 1. Dalam situs MK tertulis pemohon uji materi yakni Teguh Boediyana, Mangku Sitepu, dan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI).

Persidangan uji materi UU itu pun sudah berlangsung enam kali. Sidang pertama digelar pada 5 November 2015 dengan nomor pokok perkara 129/PUU-XIII/2015. Sidang ke-6 dengan agenda mendengarkan keterangan dan ahli dari pemohon berlangsung pada 12 Mei 2016.
Bersamaan dengan tangkap tangan itu, tim penyidik KPK juga menyita beberaap dokumen, voucher penukaran mata uang serta hasil putusan UU itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya