SOLOPOS.COM - Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Denpasar menyemprotkan cairan disinfektan di Terminal Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Selasa (3/3/2020). (Antara-Fikri Yusuf)

Solopos.com, JAKARTA -- Rencana pemerintah menerbitkan stimulus corona jilid II untuk mengurangi dampak virus corona (Covid-19) dikritik. Penyebabnya, stimulus yang melibatkan anggaran mencapai Rp10,3 triliun itu tak menyentuh pihak yang terdampak langsung virus corona.

Tiga kebijakan fiskal yang bakal diterapkan, yaitu pemerintah bakal menanggung tiga pungutan pajak, yaitu PPh pasal 21 (pajak penghasilan) karyawan sektor industri, PPh pasal 22 barang impor, dan PPh 25 atau PPh badan untuk industri manufaktur selama enam bulan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ekonom senior Institute of Development for Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengkritik stimulus itu. Menurutnya, stimulus berupa penangguhan pembayaran PPh tidak menyelesaikan permasalahan pelaku usaha, khususnya yang terdampak langsung penyebaran virus corona.

"Fix income earner itu tidak terdampak langsung. Pemerintah lebih baik bantu UMKM agar tidak melakukan PHK [pemutusan hubungan kerja]. Pelaku usaha yang berjualan cenderamata atau pemilik hotel di Bali, mereka itu benar-benar merasakan efek Covid-19 karena tidak ada pemasukan," katanya di gedung Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Kamis (12/3/2020).

Dia menuturkan pelaku UMKM, khususnya di sektor jasa pariwisata, adalah paling rentan terkena efek domino. Pasalnya, jumlah wisatawan baik dalam maupun luar negeri turun drastis akibat penyebaran virus corona. Karena itu seharusnya UMKM yang jadi sasaran stimulus corona jilid II.

Tak Tepat

Faisal mengatakan pelaku UMKM tidak akan bisa mempertahankan karyawan apabila mereka tidak mendapat pemasukan yang sebagian besar dari kunjungan wisatawan. Menurutnya, alasan penangguhan PPh 21 tidak bisa langsung mendongkrak daya beli masyarakat.

Bukan itu saja, dia juga mempertanyakan pembebasan PPh 21 berlaku untuk sektor tertentu atau seluruh penerima upah yang ada di Indonesia. Pasalnya, penerima upah yang digaji menggunakan APBN, seperti PNS dan TNI/Polri tidak merasakan dampak negatif virus corona.

"Jika niat pemerintah mendorong daya beli, ya lebih baik berikan BLT [bantuan langsung tunai] ke UMKM. Pemerintah bisa menyisir pelaku usaha mana yang siap-siap gulung tikar, kasih bantuan langsung," ucapnya.

Seperti diketahui, dalam stimulus corona jilid II, pemerintah akan merelaksasi sejumlah pajak di sektor manufaktur selama 6 bulan ke depan. Pemerintah juga mempercepat proses resistusi pajak sebagai stimulus fiskal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya