SOLOPOS.COM - Harian Solopos edisi Kamis (12/1/2023).

Solopos.com, SOLO — Wilayah Soloraya terkenal punya banyak kuliner khas. Tak hanya memikat wisatawan dari daerah lain, warga Solo juga terkenal suka jajan. Hal ini pun terlihat dari data statistik.

Makan masih menjadi kebutuhan terbesar masyarakat dari tiga kelompok berbeda di Solo yaitu dari mahasiswa, pekerja lajang, dan orang berkeluarga. Namun pemenuhan kebutuhan makanan oleh warga Solo bervariasi antara masak sendiri atau jajan. Indika, seorang pekerja yang masih lajang di Solo, menuturkan biasa membagi jatah jajan dan memasak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tapi lebih besar pengeluaran untuk jajan daripada masak. Ada selisih sekitar Rp200.000 atau lebih karena untuk jajan bisa habis Rp700.000 lebih dan untuk masak kira-kira Rp500.000. Setiap hari saya jajan karena makan siang di kantor, lebih praktis juga, tidak memberatkan orang tua saya,” ujarnya kepada Espos, Rabu (11/1/2023). Namun, makanan bukanlah pengeluaran terbesar bagi Indika, melainkan cicilan rumah.

Untuk itu, pendapatannya selalu disisihkannya terlebih dahulu sebelum dialokasikan untuk masak ataupun jajan. “Itu cara saya menghemat pengeluaran, selain itu untuk makan malam seringnya masak, sehingga tidak setiap saat saya jajan,” tambahnya.

Karyawan swasta lainnya, Diah, mengaku kebutuhan sehari-hari, makan, dan perlengkapan kebutuhan rumah adalah pengeluaran terbesarnya setiap bulan. Nyaris separuh dari gajinya atau Rp1 juta sampai Rp1,5 juta habis untuk kebutuhan sehari-hari. Namun Diah tidak menghabiskan uang terlalu banyak untuk jajan atau konsumsi makanan dan minuman jadi.

“Alokasi lebih besar untuk masak sendiri karena termasuk kebutuhan harian, sedangkan jajan bukan kebutuhan harian,” jelas dia. Sementara itu, kalangan mahasiswa juga mengakui pengeluaran untuk jajan lebih besar daripada masak sendiri. Alfida salah satu mahasiswi di Solo mengaku setiap harinya jajan paling tidak dua kali, dan selisih pengeluaran masak sendiri dengan jajan juga di angka Rp200.000 atau lebih.

“Sebulan bisa habis Rp500.000 atau Rp600.000, jajan setiap hari dua kali untuk makan. Saya akali, terkadang saya membawa bekal makanan dari rumah biar hemat, terus bawa minum. Namun tetap saja saya sering membeli es teh yang berarti jajan lagi,” paparnya. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Kamis (12/1/2023).

60 Botol Lem untuk Membuat Gedung Djoeang 45

SOLO — Salah satu ciri khas Grebeg Sudiro di Solo adalah adanya jodang atau kotak pembawa makanan yang diusung menjadi bagian dari karnaval budaya. Sepanjang penyelenggaraan Grebeg Sudiro yang memeriahkan perayaan Imlek ini, jodang pembawa kue keranjang yang dikirab selalu berbentuk unik.

Kue keranjang itu sendiri nantinya akan dibagikan kepada masyarakat. Untuk Grebeg Sudiro kali ini misalnya, jodang yang akan dikirab berbentuk Stadion Manahan dan Gedung Djoeang 45 Solo. Pembuatnya adalah warga Kampung Balong, Kelurahan Sudi roprajan, Solo, Donny Mahesa Widjaja.

Kepada Espos yang menjumpainya, Rabu (11/1/2023), dia berkish dihubungi panitia Grebeg Sudiro pada 19 Oktober. Donny diberi gambaran mengenai bentuk jodang yakni bangunan Stadion Manahan dan Gedung Djoeang 45 Solo. Keesokan harinya, ia langsung melakukan observasi di lapangan untuk menghimpun data dan in-formasi mengenai kedua bangunan itu.

Hasil observasi disinkronkan dengan beragam dokumentasi yang didapat di Internet. “Saya potret setiap ruangan di Gedung Djoeang 45. Ada ruangan yang sudah direnovasi dengan pintu baru. Ada pula ruangan tanpa daun pintu. Jadi kemungkinan belum tersentuh renovasi. Hal-hal sedetail itu saya coba gambarkan dengan membuat jodang,” papar dia.

“Khusus jodang Stadion Manahan lebih rumit karena data dan informasi yang saya dapat sangat terbatas. Saya tak bisa masuk ke dalam stadion. Hanya bisa memotret dari luar stadion. Padahal, jodang miniatur Stadion Manahan harus menggambarkan kondisi di dalam stadion. Bagaimana tribunenya, lapangan hingga lintasan atletik,” kata dia. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Kamis (12/1/2023).

Jumlah Penumpang BST Merosot

SOLO — Jumlah penumpang bus Batik Solo Trans (BST) setelah penerapan kebijakan pembayaran R3.700 menjadi 20.000 orang/ hari. Saat akses bus masih gratis, jumlah penumpang bus BST sebanyak 31.000 orang/ hari.

Dinas Perhubungan (Dishub) Solo bakal menggeber sosialisasi dan edukasi secara terus-menerus kepada masyarakat guna mendongkrak tingkat keterisian bus BST. Per 1 Januari 2023, penumpang umum harus membayar saat menggunakan moda transportasi publik itu.

Sementara itu, penumpang kategori pelajar, penyandang disabilitas, dan orang lanjut usia (lansia) tetap digratiskan karena mendapat subsidi dari Program Teman Bus yang dijalankan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pembayaran bus BST menggunakan uang elektronik atau e-money. Hal ini memudahkan pendataan jumlah penumpang yang menggunakan bus BST.

“Memang perlu upaya menggenjot sosialisasi terus-menerus kepada masyarakat. Harapannya masyarakat memanfaatkan moda transportasi publik. Ya, selain mengurangi kecelakaan, yang paling utama adalah mengurangi potensi-potensi kemacetan lalu lintas di Kota Solo,” kata Kepala Dishub Solo, Taufiq Muhammad, saat diwawancarai wartawan, Rabu (11/1/2023). Selengkapnya di halaman Soloraya Harian Solopos edisi Kamis (12/1/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya