SOLOPOS.COM - Harian Solopos edisi Selasa (4/10/2022).

Solopos.com, MALANG — Tragedi Kanjuruhan menunjukkan laga dan stadion sepak bola di Tanah Air belum pernah aman. Siapa pun bisa menjadi korban meski tak berbuat onar, baik karena ulah suporter lain maupun tembakan gas air mata aparat keamanan.

Itulah peristiwa yang terekam oleh M. Alfiansyah, bocah 11 tahun yang kini menjadi yatim piatu. Bocah 11 tahun ini kehilangan ayahnya, M. Yulianto, 40; dan ibunya, Devi Ratna Sari, 30; yang menjadi korban dalam tragedi terburuk sepanjang sejarah sepak bola Indonesia itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Yulianto dan Devi adalah dua dari 125 orang yang meninggal dunia (data versi polisi) saat berdesak-desakan keluar Stadion Kanjuruhan. Seperti ribuan suporter lainnya, mereka buru-buru ingin keluar dari stadion setelah gas air mata ditembakkan secara membabi buta ke arah tribune.

Saat itu, Alfiansyah sebenarnya digandeng orang tuanya untuk keluar dari stadion melalui Pintu 14. Dia sempat terjatuh dan berhasil berdiri untuk keluar dari kerumunan. Akan tetapi bocah kelas II SD Negeri Bareng 2 Kota Malang itu justru terpisah dari orang tuanya.

Baca juga: KPAI Desak Pemerintah Pulihkan Kondisi Psikis Anak Seusai Tragedi Kanjuruhan

Belakangan, kedua orang tua Alfiansvah diketahui terjebak dalam kerumunan ratusan suporter yang berupaya memasuki pintu keluar. Keduanya meninggal dunia, diduga karena terinjak-injak dan kehabisan oksigen. Alfiansyah tidak menyangka kehadirannya bersama kedua orang tuanya di Stadion Kanjuruhan untuk bersenang-senang malam itu berakhir memilukan.

“Tidak ada sepak bola seharga nyawa’ masih sekedar slogan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat 33 anak meninggal dunia dalam tragedi itu. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Selasa (4/10/2022).

Minibus Tua Bergentayangan, Sopir Meradang

WONOGIRI — Sedikitnya 50 sopir minibus melakukan aksi mogok kerja dan menghentikan kendaraan minibus di Terminal Ngadirojo, Wonogiri, Senin (3/10/2022) pagi sekitar pukul 06.30 WIB.

Mereka meminta pemerintah menindak minibus yang tidak laik jalan namun masih dioperasikan. Para peserta aksi mogok menilai tak sedikit perusahaan yang masih mengoperasikan minibus meski berusia lebih dari 25 tahun. Pelat nomor kendaraan mereka juga tak lagi kuning, melainkan sudah diganti dengan pelat hitam.

Berdasar Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Wonogiri No. 2 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perhubungan, minibus semestinya diremajakan. Tujuannya, berdasar Pasal 68 ayat (1), adalah menjamin pelayanan dan kelangsungan usaha angkutan umum yang dioperasikan perusahaan, termasuk minibus.

Baca juga: Minibus Tak Laik Jalan Marak Beroperasi di Wonogiri, 50 Sopir Mogok Kerja

Aksi mogok digelar hingga pukul 09.00 WIB. Tak hanya menghentikan minibus yang mereka kendarai untuk bekerja, peserta aksi juga menghentikan para sopir minibus dari Wonogiri bagian timur dan selatan. Minibus yang dihentikan meliputi minibus dengan travek Wonogiri-Sidohario-Jatisrono serta Wonogiri-Tirtomoyo-Baturetno-Batuwarno.

“Yang membawa penumpang kami ikut berhentikan di Terminal Ngadirojo. Biar semua ikut aksi pemogokan,” perwakilan sopir minibus yang ikut mogok kerja, Suhardi, kepada Solopos, Senin. Penumpang yang mayoritas merupakan pelajar terpaksa turun di Terminal Ngadirojo. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Selasa (4/10/2022).

PKL Manahan Tolak Pedagang TSTJ

SOLO — Paguyuban Gotong Royong Pedagang Kaki Lima (PKL) Selter Manahan Solo menolak rencana penempatan 30-an pedagang dari Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) ke lokasi mereka berjualan. Mereka berencana berjualan dari siang hingga malam.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Paguyuban Gotong Royong PKL Selter Manahan Solo, Koko Kuncoro, saat diwawancara Solopos melalui telepon seluler (ponsel), Senin (3/10/2022). Menurut dia, total jumlah pedagang di selter Manahan 132 orang.

Mereka bersepakat akan berjualan penuh dari siang hingga malam. Koko mengaku belum pernah diajak komunikasi Dinas Perdagangan terkait rencana penempatan pedagang TSTJ ke selter Manahan.

Baca juga: Paguyuban PKL Selter Manahan Solo Tolak Penempatan Pedagang TSTJ

“Belum [diajak komunikasi]. Apa [pedagang TSTJ] mau ditempatkan di selter Manahan? Padahal selter Manahan itu kan jadinya sedikit. Tidak banyak. Di luar itu, para pedagang sudah sepakat semua mau berjualan siang hingga malam,” ujar dia. Koko khawatir apabila para pedagang TSTJ ditempatkan di selter Manahan, mereka akan bergesekan dengan pedagang asli.

Koko mengambil sikap menolak opsi penempatan pedagang TSTJ ke selter Manahan. “Kami menolak,” ungkap Koko. Dia menambahkan para pedagang. di selter Manahan akan kompak berjualan siang hingga malam untuk mengoptimalisasi pendapatan. Selengkapnya di halaman Soloraya Harian Solopos edisi Selasa (4/10/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya