SOLOPOS.COM - Harian Solopos edisi Kamis (9/6/2022).

Solopos.com, JAKARTA — Cara penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dipertanyakan lantaran data yang dinilai tidak valid. Padahal Iduladha kian dekat dan diprediksi ada kekurangan hewan kurban.

Masalah itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR bersama Eselon I Kementan, Rabu (8/6/2022). Kapoks Komisi IV DPR, Slamet, mengatakan data yang disampaikan oleh Kementeran Pertanian terkait jumlah terkini kasus penyakit mulut dan kuku tidak valid alias bodong.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pasalnya, menurut Slamet, data yang disajikan Kementan tidak sesuai dengan yang ada di lapangan. Pada dasarnya, data yang diolah Kementan merupakan data yang berasal dari provinsi dan kabupaten. Namun, setelah Komisi IV DPR menurunkan tim ke lapangan Slamet menemukan adanya kematian ternak yang tidak tercatat oleh Dinas Peternakan.

“Saya katakan data itu tidak valid, pasti salah. Saya sengaja menurunkan tim, datanya (kematian) ada, videonya ada, untuk memantau kondisi di dapil. Tetapi saya cek di data Dinas Peternakan, tidak ada satu pun data yang menunjukkan kematian,” jelas Slamet, Rabu.

Dalam RDP tersebut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Nasrullah memaparkan bahwa per 6 Juni 2022 terdapat 81.880 ekor hewan yang sakit. Sebanyak 28.538 ekor telah sembuh, 607 ekor dilakukan pemotongan bersyarat, 524 ekor mati, dan masih ada 52.211 ekor yang belum sembuh.

Baca juga: Aman! Kementan Pastikan Ketersediaan Daging Bebas PMK Jelang Iduladha

Slamet menuntut adanya koreksi data dan perihal cara mengambil data yang dilakukan oleh Kementan. “Bisa dipastikan data yang masuk ke Kementan pasti data bodong, ini perlu dicatat cara mengambil data ini. Mohon dikoreksi cara mengambil data,” kata Slamet.

Data Kementan tersebut melaporkan terdapat 163 kabupaten/kota yang telah tertular PMK. Kasus terbanyak ditemukan di Jawa Timur yaitu sebanyak 29.590 ekor di 31 kabupaten/ kota yang terpapar. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Kamis (9/6/2022).

Ternak Berjatuhan, Jawa Tengah Terkendala Anggaran

SEMARANG — Kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Jawa Tengah, termasuk Soloraya, semakin mengganas. Namun, penanganan PMK masih terkendala keterbatasan anggaran.

Hingga Rabu (8/6/2022), Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jawa Tengah mencatat ada 10.375 ekor ternak yang diduga (suspect) terjangkit PMK di Jawa Tengah. Dari jumlah itu, 282 ekor telah terkonfirmasi positif PMK oleh Balai Besar Veteriner (BBV) Wates.

“Yang sudah membaik secara klinis ini 1.030 ekor, yang masih sakit dengan gejala klinis ini masih ada 9.383 ekor. Kemudian yang dipotong 77 ekor dan mati 80 ekor,” kata Sekretaris Disnakkeswan Jawa Tengah, Ignasius Hariyanta Nugraha, Rabu.

Nugraha menjelaskan ternak yang diduga terjangkit PMK kebanyakan berasal dari Blora dan Grobogan. Selain berdekatan, kedua wilyah tersebut juga menjadi sentra produksi hewan ternak Jawa Tengah. Dari hasil penelusuran, penyebaran wabah PMK di Jawa Tengah berasal dari Jawa Timur.

Nugraha mengungkapkan peternak dari Rembang dan Boyolali tergiur harga hewan ternak murah dari Jawa Timur akibat panic selling. Imbasnya, wabah itu kini merebak di Jawa Tengah. Untuk menanggulangi wabah tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membentuk unit respons cepat (URC) yang melibatkan BEV Wates.

“Termasuk Balai Karantina Semarang, Yogyakarta, kemudian Cilacap masuk juga. Termasuk BPBD, termasuk dari kepolisian,” jelas Nugraha. Upaya penanggulangan PMK di Jawa Tengah terkendala beberapa faktor.

Di antaranya adalah biaya uji sampel yang relatif mahal Nugraha menyebut biaya yang dibutuhkan untuk sekali pemeriksaan di BBV Wates mencapai Rp500.000. Meskipun biaya ditanggung BBV Wates, terbatasnya anggaran membuat proses penelusuran atau tracing PM terkendala. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Kamis (9/6/2022).

PLTSa Mulai Beroperasi 2023

SOLO — Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di TPA Putri Cempo, Solo, menjadi sumber energi alternatif untuk memenuhi pesokan listrik sekaligus solusi masalah sampah yang overload. Volume sampah di Kota Solo yang dibuang ke TPA Putri Cempo meningkat setiap tahun.

Masalah tersebut diharapkan bisa teratasi dengan adanya PLTSa yang menurut rencana beroperasi pada 2023. Subkoordinator Pengelolaan Sampah Solo Dinas Lingkungan Hidup Solo Totan Bimas Susanto kepada Solopos, Selasa (7/6/2022), menjelaskan Pemkot sat ini sedang menunggu alat-alat yang kurang untuk PLTSa.

Baca juga: Wow! PLTSa Putri Cempo Solo Diprediksi Hasilkan Rp57 Miliar Per Tahun

“Rencananya mulai 2023 bisa dioperasikan secara efektif,” kata dia. Mengutip jurnal yang diterbitkan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) berjudul Analisis Potensi Daya Listrik Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Kawasan TPA Putri Cempo Solo, dinamika pertambahan sampah di TPA Putri Cempo sebesar 2,81 per tahun.

Proveksinya jika tidak ada pengolahan, ada total 3.069.903 ton sampah pada 2038 mendatang, PLTSa di Putri Cempo diharapkan dapat mengolah sampah 160.200 ton per tahun dan mengubahnya menjadi sumber listrik dengan total 30.483,04 MWh per tahun.

Dengan per kWh dibeli PT PLN senilai Rp1.863 maka dalam satu tahun TPA Putri Cempo bisa menghasilkan kurang lebih Rp57, 46 miliar. Dengan proyek yang berlangsung selama 20 tahun, maka dalam jangka waktu tersebut, PLTSa Putri Cempo akan menghasilkan total Rp1,15 triliun. Selengkapnya di halaman Soloraya Harian Solopos edisi Kamis (9/6/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya