SOLOPOS.COM - Harian Solopos edisi Rabu (26/10/2022).

Solopos.com, SOLO — Langkah hukum pidana dan perdata bisa diaplikasikan dalam kasus pencemaran zat berbahaya dalam sirop obat yang diduga mengakibatkan gagal ginjal akut pada anak-anak. Langkah ini bisa ditujukan kepada produsen obat serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Hal ini ditegaskan Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H., M.H., Guru Besar Keperdataan Bidang Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. “Mestinya bisa dituntut secara pidana atau perdata jika ada aspek saling keterkaitannya. Nanti ada identifikasi produknya, siapa saja petingginya yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara perdata ataupun pidana,” kata Adi kepada Solopos, Selasa (25/10/2022).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dia menambahkan pidananya juga harus progresif, bukan hanya menyasar pimpinan tetapi juga korporasinya. “Dalam hal ini BPOM juga harus bertanggung jawab karena yang berperan besar di situ dan bisa dituntut secara perdata. Kepala BPOM juga harus mundur atas nama moral, karena jelas ada kelalaian dalam prosedur dan tidak ada penelitian terkait kandungannya,” ujar Adi pula.

Adi menegaskan budaya malu harus diterapkan dalam kasus ini dan pihak-pihak yang bertanggungjawab seharusnya mengundurkan diri dari jabatannya. “Kepala BPOM harus mundur, kalau memungkinkan harus bisa dipidana karena dia vang mengizinkan peredaran obatnya,” ujar dia.

“Kalau di Amerika Serikat pengedaran obat kan sangat ketat. Jika ada kesalahan petinggi nya juga langsung mengundurkan diri karena ada rasa tanggung jawab. Budaya ini seharusnya diterapkan di Indonesia,” lanjutnya.

Baca juga: Gabungan Perusahaan Farmasi Minta Evaluasi Menyeluruh Produk Obat

Untuk tindak lanjut ke depan, Adi juga menvebut harus ada perubahan mulai dari dari organisasi BPOM hingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar tragedi serupa tidak lagi terjadi. ” BPOM harus betul-betul punya laboratorium yang modern dan canggih, harus menguji semua makanan yang beredar.

Pejabat yang bertanggung jawab harus bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana. Jangan hanya tunjangan tinggi, tapi ketika ada nyawa manusia tidak mau bertanggung jawab,” tukasnya. Kemenkes, lanjut dia, juga harus melihat kasus ini sebagai tamparan keras. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Rabu (26/10/2022).

Tangis Ibu Yosua, dan Tudingan untuk Putri

JAKARTA — Ada kejutan yang muncul dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/10/2022).

Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum Yosua, mengatakan bahwa Putri Candrawathi, istri mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, ikut menembak Brigadir J. Hal tersebut diungkapkannya sebagai saksi pertama yang diperiksa dalam persidangan terhadap terdakwa pelaku pembunuhan, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Kamaruddin menyebut berdasarkan hasil investigasi dan informasi yang didapatkan pihaknya, Putri ikut menembak Brigadir J bersama Ferdy Sambo dan Bharada E. Sehingga, sambungnya, ada tiga orang pelaku yang menembak Brigadir J.

Baca juga: Kamaruddin Sebut Putri Tembak Brigadir J, Febri Diansyah Angkat Bicara

Mendengar pernyataan Kamaruddin, hakim ketua Wahyu Iman Santosa pun mencoba memastikan kembali pernyataan tersebut dengan bertanya, “Putri Candrawathi terlibat menembak?” “Ya, karena ada menggunakan senjata yang diduga buatan Jerman,” jawab Kamaruddin. Ditemui seusai persidangan, Kamaruddin kembali menjelaskan bahwa ada tiga jenis selongsong peluru yang ditembakkan di tubuh Brigadir J, yakni buatan Jerman, Austria, dan Ukraina.

“Nah, jadi berdasarkan selongsong peluru dan jenis-jenis senjata inilah kita dapat informasi kalau pelakunya tiga,” ucapnya. Namun, ia mengaku melimpahkan kepada hakim untuk menguji kebenaran dari temuan informasi pihaknya bahwa ada tiga pelaku penembak Brigadir J, di mana Putri menjadi salah satunya. Selengkapnya di halaman depan Harian Solopos edisi Rabu (26/10/2022).

Rutan Solo Dipindah ke Sonorejo

SOLO — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menargetkan proses hibah lokasi pemindahan Rutan Kelas I Solo rampung pada 2023. Saat ini, Kemenkumham sedang membahas pelepasan aset di Kelurahan Sonorejo, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo.

Setelah hibah rampung akan dilanjutkan dengan pembangunan gedung rutan yang berkonsep ra-mah lingkungan. Pernyataan ini disampaikan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Jawa Tengah, Yuspahruddin, di sela-sela acara jalan sehat dan touring sepeda motor di depan Rutan Kelas I Solo, JI. Slamet Riyadi, Jumat (21/10/2022).

Baca juga: Kemenkumham: Pemindahan Rutan Solo Tunggu Hibah Tanah dari Pemkab Sukoharjo

Menurut Yuspahruddin, saat ini prosesnya dalam tahap hibah tanah dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo ke Kemenkumham. “Proses hibah tanah belum rampung. Jadi, pemindahan Rutan Solo tidak bisa serta-merta. Butuh proses cukup panjang. Mudah-mudahan sudah rampung pada tahun depan,” kata dia.

Tim dari Kemenkumham telah berulang kali bertem u untuk membahas pemindahan Rutan Solo ke Kelurahan Sonorejo, Kecamatan Sukoharjo. Salah satu hal yang dibahas adalah pelepasan aset daerah milik Pemkab Sukoharjo. Proses itu masih tahap administrasi, termasuk aspek legalitas. Meski demikian, Yuspahruddin belum dapat memastikan proses hibah tanah rampung.

“Jika proses hibah tanah rampung, baru proyek pembangunan rutan yang baru bisa dikerjakan. Desain dan konsep bangunan rutan kelas I dirancang pemerintah pusat,” ujar dia. Selengkapnya di halaman Soloraya Harian Solopos edisi Rabu (26/10/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya