SOLOPOS.COM - Ilustrasi Prostitusi, PSK (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, SOLO -- Sisi lain Solo sebagai kota tujuan pelesiran esek-esek pada masa lalu tidak lepas dari keberadaan para bakul dawet ayu yang melengenda.

Kira-kira pada era 1960-an hingga 1970-an, sempat ramai istilah "dawet ayu Pasar Legi Solo". Istilah itu merujuk para penjual dawet ayu di kawasan Pasar Legi yang 'nyambi dodolan' layanan seks kepada para lelaki hidung belang alias dawet plus-plus.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Mereka para wanita penjual dawet ayu yang juga mau memberikan layanan seks kepada lelaki yang datang dengan imbalan uang. Tidak semua penjual dawet ayu, tapi ada beberapa,” ujar sejarawan Solo, Heri Priyatmoko, Jumat (10/7/2020).

Menguak Sisi Lain Solo di Masa Lalu Sebagai Kota Pelesiran Esek-Esek (Bagian I)

Menurut dia, para penjual dawet ayu yang nyambi layanan seks tersebut berasal dari daerah di sekitar Solo. Mereka merantau untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memberi warna kepada Kota Solo sebagai tujuan pelesiran esek-esek.

Dari sisi usia, para perempuan itu umumnya masih tergolong muda. “Awalnya mungkin niat mereka sekadar berjualan dawet ayu. Tapi dalam perkembangannya mereka juga mau memberikan layanan seks. Motif ekonomi atau memenuhi kebutuhan hidup menjadi alasan mereka melakukan itu,” kata dia.

Bubar! Penyelenggara Pasar Rakyat Diberi Deadline Selasa Untuk Bongkar Wahana di Alkid Solo

Fenomena dawet ayu Pasar Legi, menurut Heri, pernah diangkat dalam novel-novel sejarah. Heri meyakini fenomena perempuan penghibur itu sudah ada sejak zaman kerajaan dan masih berlangsung hingga kini.

Balutan Salon

Hal itu, menurut Heri, karena seks merupakan dorongan naluriah manusia untuk memenuhi kebutuhan biologis, tidak hanya untuk regenerasi. Hanya, modus layanan seks komersial selalu berubah-ubah, menyesuaikan dengan era atau zaman.

Termasuk di Kota Solo yang dahulu terkenal sebagai daerah tujuan pelesiran esek-esek. Dulu layanan plus-plus seperti itu selalu dekat dengan pusat keramaian seperti pusat perdagangan dan simpul transportasi umum.

Papa T Bob Tutup Usia, Lagu Anak-Anak Karyanya Ini Bikin Kangen Masa Kecil

Pernah terjadi juga layanan esek-esek dikemas dalam balutan salon atau tempat pijat khusus untuk laki-laki.

“Tempat esek-esek biasanya di dekat pusat keramaian. Di Solo dulu ada Silir, ada juga prostitusi yang dekat dengan stasiun. Pasti berada di titik-titik keramaian, karena banyak orang hilir mudik, bagus untuk bisnis esek-esek,” papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya