SOLOPOS.COM - Sejumlah warga menghadiri Solo Culinary Festival yang digelar di halaman Benteng Vastenburg, Minggu (13/10/2013). Kondisi venue yang penuh batu dan debu dikeluhkan oleh para pengunjung acara. (Chrisna Canis Cara/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO—Acara Solo Culinary Festival (Festival Kuliner Solo) yang digelar di halaman Benteng Vastenburg, Sabtu-Minggu (12-13/10), menuai kritik tajam. Konsep kegiatan yang melenceng dan buruknya kondisi venue menimbulkan kekecewaan masyarakat terhadap event internasional tersebut.

Salah seorang pengunjung festival, Diandra, 25, mengaku bingung saat menyambangi acara yang dimeriahkan 30 stan itu. Dalam bayangannya, akan terdapat deretan makanan internasional seperti yang diumumkan Pemkot dalam baliho maupun promosi media sosial. “Di kalender event jelas tulisannya Solo International Culinary Festival. Terus internasionalnya dibuang ke mana?” tukas pekerja swasta itu kepada solopos.com, Minggu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan pantauan, festival kuliner kebanyakan memamerkan makanan khas Solo seperti tengkleng, selat, srabi, dawet dan sayur ndesa. Stan kuliner itu dibuat mengelilingi empat gazebo yang berfungsi untuk tempat makan. Di tengah venue, tampak spanduk Solo Culinary Festival yang dipadu panggung musik tradisional. Menurut Diandra, tak ada yang spesial meski festival menawarkan makanan khas Kota Bengawan.

“Menunya sama dengan Galabo (Gladak Langen Bogan). Konsep kegiatannya juga jauh dari festival, lebih mirip bazar,” tukasnya.
Kritik pedas juga dilontarkan Ariyanto, 41. Warga Kratonan ini mengeluhkan lokasi acara yang berdebu dan penuh sampah. Luas venue menurutnya juga terlalu sempit untuk kelas festival. “Debu-debu beterbangan saat ada angin atau mobil yang melintas. Bikin tidak selera makan,” akunya.

Dia pun semakin kecewa lantaran tak semua stan buka. “Sudah mau siang tapi masih banyak yang tutup, ya sudah pulang saja,” ujarnya yang datang bersama keluarga.
Peserta festival pun menyoal pemilihan lokasi acara. Seorang peserta yang enggan disebut namanya merasa risih dengan banyaknya debu yang beterbangan di sekitar stan. “Namanya jualan makanan ya harus bersih. Paling tidak tanahnya sering disemprot agar debunya hilang.”

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Solo, Widdi Srihanto, menegaskan festival kuliner internasional tak harus menampilkan restoran atau koki asing. Dia menganggap makanan seperti steak sudah mewakili sisi internasional. Acara memang menyajikan makanan luar yang sudah lazim di dalam negeri seperti steak, milkshake dan sosis.

“Kami tetap mengutamakan makanan khas Solo agar lebih dikenal.”

Disinggung menu festival yang sama seperti Galabo, Widdi membantahnya. Menurutnya, ada beberapa stan yang tidak berjualan di Galabo seperti soto rempah. Di sisi lain, Widdi mengakui lokasi festival kuliner kurang memadai. “Areanya kurang luas untuk menikmati makanan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya