SOLOPOS.COM - Petugas Satpol PP mendata hunian tak berizin di wilayah Kentingan baru, Jebres, Kamis (22/3/2018). (Nadia Lutfiana Mawarni/JIBI/Solopos)

BPN Solo memastikan tanah Kentingan Baru, Jebres, bukan tanah telantar.

Solopos.com, SOLO — Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Solo, Joko Setyadi, memberikan penjelasan tentang status tanah Kentingan Baru, Jebres, yang tengah disengketakan antara warga yang menempati dan pemilik tanaha.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Joko menyatakan tanah di area Kentingan Baru yang banyak ditempati bangunan liar bukanlah tanah terlantar. Berdasarkan aturan atau regulasi pertanahan, tanah telantar merupakan tanah yang tidak dipergunakan secara semestinya oleh perseroan terbatas (PT) berbadan hukum.

“Apabila hak pemanfaatan [PT berbadan hukum] tidak sesuai sifat, tujuan, dan kegunaan itulah yang dinamakan tanah telantar, misal untuk hak guna usaha,” ucap Joko saat ditemui wartawan di kantornya, Rabu (28/3/2018).

Ekspedisi Mudik 2024

Menurut Joko, tanah di Kentingan Baru sudah diberikan kepada pemegang sertifikat sesuai fungsinya. Hanya saat itu karena pemilik sertifikat tidak menguasai objek secara fisik akhirnya dimanfaatkan orang lain (okupusan) yang masuk ke situ.

Baca juga:

Joko menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan terlambatnya penguasaan fisik oleh pemegang hak tanah. “Bisa jadi karena pemilik belum memiliki dana untuk mengelola tanahnya,” kata Joko.

Joko hanya menilai penguasaan okupusan atas tanah Kentingan Baru sebagai konsekuensi keterlambatan pengelolaan itu. Mediasi pernah dilakukan BPN pada 2010 terhadap okupusan di wilayah Kentingan Baru. Mediasi tersebut menghasilkan kesepakatan relokasi bagi okupusan.

“Dulu gantinya tanah 50 m2, listrik 900 watt untuk enam kapling, dan fasilitas PDAM,” ucap Joko.

Mediasi tersebut tidak tuntas karena ada sebagian orang yang tidak mau pindah. Atas dasar pemberian hak dan timbulnya okupasi, kewenangan BPN hanya sebatas memediasi.

Dulu seorang pemilik tanah di wilayah Kentingan Baru pernah melaporkan pelanggaran kepada Polresta Surakarta berdasarkan Pasal 167 KUH Perdata karena menempati tanah tanpa izin yang berhak. Dalam proses penyelidikan BPN pernah dimintai keterangan sebagai saksi namun tidak ditingkatkan ke proses selanjutnya karena termasuk pelanggaran perda yakni Perda No. 8/2016 tentang Bangunan Gedung.

Akhirnya kasus itu ditangani Pemkot dan Satpol PP Solo. Ditanya soal sertifikat Hak Guna Bangunan yang sudah kedaluwarsa. Joko menyatakan sertifikat memang tidak bisa diperpanjang selama tanah yang ditempati masih dalam status sengketa.

BPN, ujar Joko, juga tidak berwenang memberikan peringatan soal pemanfaatan tanah kepada pemilik sertifikat. Sertifikat tidak dapat diperbarui atas nama okupusan karena mereka menempati tanah dengan etika tidak baik.

“Soal pemanfaatan itu masuk dalam ranah hak privat mereka, dulu kan belum ada okupusan,” terang Joko. Sampai saat ini pemilik tanah belum melakukan upaya hukum keperdataan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya