SOLOPOS.COM - Konsumen berbelanja di pusat perbelanjaan Kota Semarang, Jateng, Selasa (26/9/2017). (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

Solopos.com, JAKARTA–Pelaku ritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah untuk segera menerbitkan aturan turunan dari UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah efektif sejak Kamis (1/4/2022).

Baca Juga: Aprindo Kebingungan Terapkan PPN 11 Persen, Begini Alasannya

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan aturan itu perlu diterbitkan lantaran sebagian besar barang kebutuhan pokok tidak mendapat fasilitas pengecualian pungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 11%.

Roy mencontohkan sejumlah bahan pokok yang berbasis olahan seperti minyak goreng hingga tepung terigu tidak mendapat pengecualian atau pembebasan PPN 11%.

“Minyak goreng kita masih bayar PPN kenaikan 1%, kalau minyak goreng itu kena PPN 11% karena tidak masuk daftar 11 barang kebutuhan pokok,” kata Roy melalui sambungan telepon, Minggu (3/4/2022).

Baca Juga: Harga Minyak Goreng Rp25.000 Per Liter, Aprindo: Sesuai Harga Pokok

Konsekuensinya, Roy mengatakan pedagang di ritel modern hingga pasar tradisional belakangan menaikkan harga jual sebagian besar bahan pokok yang tidak mendapat fasilitas pengecualian pungutan PPN 11%.

Dengan demikian, dia meminta pemerintah untuk segera menerbitkan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis (juklak atau juknis) dari UU HPP tersebut. Harapannya, tingkat konsumsi rumah tangga tetap terjaga seiring dengan potensi terkereknya inflasi domestik pada tahun ini.

“Kami minta juklak atau juknisnya supaya misalnya dalam PMK itu termasuk bahan pokok yang tidak termasuk daftar dapat dikecualikan atau tidak dikenakan PPN 11%,” kata dia.

Di sisi lain, dia menambahkan 11 bahan pokok seperti beras atau gabah, gula, sayur, buah-buahan, kedelai, cabai, garam, susu, telur dan jagung yang sebelumnya dikecualikan dari objek pajak saat ini telah dijadikan objek pajak.

Baca Juga: Imbas PPN 11 Persen, Kemenkeu Prediksi Inflasi 2-4 Persen

Konsekuensinya, pedagang di pasar tradisional bakal berkewajiban menjadi pengusaha kena pajak (PKP) yang berpotensi menambah biaya administrasi. Artinya, ada potensi penambahan biaya operasional yang belakangan berdampak pada harga jual bahan pokok penting pada konsumen.

Momentum Ramadan dan Idulfitri tahun ini menjadi harapan bagi industri dan sektor usaha dari hulu hingga hilir untuk mendorong peningkatan penjualan melalui belanja dan konsumsi masyarakat seperti pada kuartal II/2021 ketika pertumbuhan ekonomi mencapai 7,07% secara bulanan.

“Kami tentunya mendukung UU HPP yang telah ditetapkan pemerintah dan diratifikasi DPR akhir 2021 lalu, namun pemberlakuan tarif PPN 11% di saat ini apakah sudah tepat momentumnya atau masih dapat didiskresikan beberapa saat lagi, untuk meredam sentimen psikologi publik hingga ekonomi di Indonesia telah kondusif optimal setelah diterpa pandemik lebih dari dua tahun ini,” tuturnya.

Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal memperkirakan dampak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11% terhadap inflasi masih di dalam rentang 2%-4%.

“Dampaknya kalau hitungan kita sih tidak terlalu signifikan masih di dalam rentang APBN yang kita harapkan,” ujar Yon Arsal kepada awak media, Jumat (1/4/2022).

Berita telah tayang di Bisnis.com berjudul Aprindo Minta Aturan Turunan UU HPP Segera Terbit

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya