SOLOPOS.COM - Ilustrasi guru. (Freepik.com)

Solopos.com, BOYOLALI — Ketua Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Boyolali, Nuri Rinawati, mengatakan kekerasan pada anak di lingkungan sekolah dipicu oleh kondisi psikologis anak maupun guru. Ia menilai bisa jadi sang guru belum teredukasi dengan baik.

Meskipun demikian, Nuri menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak membenarkan kekerasan anak di lingkungan pendidikan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Apakah karakter guru memang keras, kasar, atau memang anaknya yang sudah kebangetan. Jadi bisa kompleks. Ada yang memang anak itu saking kebangetan, guru saking judek e. Atau [karena] kondisi psikologis guru akhirnya memukul. Meski pun, tindakan itu tidak saya benarkan, tetap salah gurunya,” ucap dia pada Solopos.com, Kamis (3/11/2022).

Tindak kekerasan, menurut Nuri, bisa dipicu karena guru yang belum teredukasi. Di lingkungan sekolah, idealnya tercipta sebuah sistem pengasuhan dan pendidikan bagi anak.

Ekspedisi Mudik 2024

Nuri menerangkan pengasuhan yang welas asih dan penuh kasih sayang, pasti membentuk anak menjadi pribadi yang baik.

Baca juga: Bermesraan dengan Murid di Ruang Sekolah, Guru GTT SMK di Boyolali Dipecat

“Anak bisa lebih nyaman di sekolah. Ketika nyaman di sekolah, pikirannya tenang, itu bisa mempengaruhi proses belajarnya. Ketika situasi sekolah itu ramah anak, dalam artian aman dan nyaman, pasti proses belajar berjalan baik.

Sekolah yang ramah anak seperti di Boyolali, menurut Nuri, harus tanpa bullying dari teman, tidak ada kekerasan dari guru, dan semua elemen sekolah saling dukung. Nuri mengatakan kondisi sekolah yang ramah anak akan berdampak positif dalam proses belajar mengajar.

“Karena anak berfikirnya bisa ayem tenang. Belajar pun tidak takut bertanya, bertanya karena tidak paham itu tidak dianggap sebuah aib,” jelas dia.

Sementara, bila terjadi tindak kekerasan guru pada anak, korban bisa mengalami trauma secara psikologis. Pemulihan trauma itu bergantung pada support lingkungan di instansi pendidikan. Kekerasan yang dilakukan guru kepada anak didepan temannya yang banyak akan menjatuhkan harga diri korban.

“Dampak psikologisnya pertama pasti malu dan harga dirinya jatuh,” singkat dia.

Baca juga: Guru Tampar Murid SMP: Ironi di Tengah Deklarasi Sekolah Ramah Anak Boyolali

Bila kasus itu anak diposisi kurang tepat, kata Nuri, orang tua bisa lebih bersikap bijak untuk menetralisir kondisi. Misalnya mengatakan agar anak juga mengintropeksi diri bisa jadi itu karena anak keliru. Menurut Nuri, orang tua bisa menetralisir kondisi itu lebih baik.

“Saat ini ada undang-undang perlindungan anak, guru tidak boleh memukul, dan lainnya. kalau anak pulang ke orang tua kemudian orang tua ikut emosi, yang ada anak akan besar kepala. Tidak menyadari kesalahannya kalau itu penyebab guru memukul karena kesalahan anaknya,” kata Nuri saat ditanya soal kasus kekerasan pada anak di lingkungan pendidikan Boyolali.

Nuri menjelaskan perilaku anak yang kurang perhatian dan mal adaptif bisa jadi karena butuh pengakuan. Kalau seperti itu, kata Nuri, justru jangan disingkirkan.

Nuri menyarankan agar anak diberikan tanggungjawab, dirangkul, dilibatkan dalam keputusan.

“kalau perlu beri tanggung jawab, jangan malah memberi tanggungjawab pada yang pinter-pinter atau manut-manut, itu kalau dipilihi seperti itu, salah satu bentuk diskriminatif di sekolah,” kata Nuri.

Baca juga: Guru Tampar Murid di Boyolali, YSKK: Dampingi Korban dan Tindak Tegas Pelaku

Pelibatan anak-anak dalam pengambilan keputusan, pembuatan peraturan, juga dinilai penting. Jadi saat menerima sanksi ketika ada anak melakukan pelanggaran, anak tidak sakit hati.

Dalam Undang-Undang, anak berhak mendapat pendidikan tanpa syarat.  Nuri mengatakan setiap anak berhak mendapat perlakuan yang sama.

“Misal ada ekstrakulikuler ada lomba, ya jangan dipilihi, tapi ditawarkan ke anak. Ketika dipilihi atas kriteria yang ditentukan oleh guru, itu artinya diskriminasi. Sudah menggotak-kotakkan anak,” jelas Nuri.

Sebelumnya diberitakan terjadi kekerasan di lingkungan pendidikan Boyolali. Kejadiannya yakni seorang guru perempuan menampar dua kali dua muridnya di SMP Negeri 1 Sawit Boyolali pada pekan ini.

Kasus yang mencoreng dunia pendidikan di Boyolali kemudian kembali terjadi berupa guru bermesraan dengan muridnya di salah satu ruang sekolah.

Baca juga: Kronologi Guru Tampar Murid di SMP Boyolali, Berawal dari Es Teh Tumpah



Kedua kasus di lingkungan pendidikan ini menjadi preseden buruk karena terjadi di tengah Boyolali yang sedang gempar kampanye sekolah ramah anak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya