SOLOPOS.COM - Kepala BIN Budi Gunawan bersiap mengikuti rapat koordinasi di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/10/2019). (Antara-Galih Pradipta)

Solopos.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kasus Djoko Tjandra menunjukkan BIN tidak memiliki kemampuan melacak koruptor kelas kakap itu.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan kasus Djoko Tjandra mencerminkan kinerja lembaga yang  dipimpin Budi Gunawan tersebut tak optimal.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

"Mulai dari masuk ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik, hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Membuktikan bahwa instrumen intelijen tidak bekerja secara optimal," kata Kurnia lewat keterangannya, Selasa (28/7/2020).

Tak Direstui Sang Kakak, Adik Ipar Jokowi Mundur dari Pilkada Gunungkidul

Bahkan, lanjut Kurnia, koruptor yang masih berkeliaran bukan hanya Djoko Tjandra. Berdasarkan catatan ICW sejak 1996 hingga 2020 terdapat 40 koruptor yang hingga saat ini masih buron. Lokasi yang teridentifikasi menjadi destinasi persembunyian koruptor di antaranya Papua Nugini, Tiongkok, Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat, dan Australia.

Kurnia mengatakan nilai kerugian akibat tindakan korupsi para buron tersebut pun terbilang fantastis, yakni senilai Rp55,8 triliun dan US$105,5 juta.

Secara lebih spesifik, disebutkan institusi penegak hukum yang belum mampu menangkap buronan koruptor yaitu Kejaksaan (21 orang). Selain itu Polri (13 orang), dan KPK (6 orang).

Terdengar seperti Guntur, Gedung Kantor OJK Jateng-DIY di Semarang Roboh

"Berpegang pada pengalaman sebelumnya, BIN sempat memulangkan dua buronan kasus korupsi, yakni Totok Ari Prabowo, mantan Bupati Temanggung yang ditangkap di Kamboja pada 2015 lalu dan Samadikun Hartono di Tiongkok pada 2016. Namun berbeda dengan kondisi saat ini, praktis di bawah kepemimpinan Budi Gunawan, tidak satu pun buronan korupsi mampu dideteksi BIN," ujar Kurnia.

 

Anggaran Besar

Untuk itu, ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengevaluasi kinerja Kepala BIN, Budi Gunawan. Menurut Kurnia, Budi Gunawan yang akrab disapa BG itu gagal mendeteksi Djoko Tjandra, sehingga yang bersangkutan dapat dengan mudah bepergian di Indonesia.

"Presiden Joko Widodo segera memberhentikan Kepala BIN Budi Gunawan, jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa adanya informasi intelijen mengenai koruptor yang masuk ke wilayah Indonesia namun tidak disampaikan kepada Presiden dan penegak hukum," kata Kurnia.

Penjelasan BMKG Semarang Terkait Embun Upas di Dieng

Kurnia mengatakan bagian penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara telah mendefinisikan bentuk ancaman yang menjadi tanggung jawab kelembagaan BIN, salah satunya adalah ekonomi nasional. Sehingga, kata Kurnia, mendeteksi keberadaan buronan kasus korupsi dan menginformasikan kepada penegak hukum merupakan satu dari rangkaian tugas lembaga intelijen tersebut.

Terlebih lagi, Pasal 2 huruf d jo Pasal 10 ayat (1) UU a quo juga menjelaskan perihal koordinasi dan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri. Untuk itu, kata Kurnia, dapat disimpulkan pencarian serta sirkulasi informasi dari BIN belum menunjukkan hasil maksimal.

"Merujuk pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran [DIPA] Petikan Tahun Anggaran 2020, negara memberikan alokasi anggaran kepada BIN sebesar Rp7,4 triliun yang mana Rp2 triliun di antaranya digunakan untuk operasi intelijen luar negeri. Selain itu, terdapat alokasi anggaran sebesar Rp1,9 triliun untuk modernisasi peralatan teknologi intelijen. Besarnya anggaran yang diterima dengan masih banyaknya jumlah buronan yang berkeliaran tidak linier dengan kinerja BIN," kata Kurnia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya