SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan seksual terhadap anak. (Freepik)

Solopos.com, SRAGEN — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen tidak tinggal diam terkait kasus siswi SMA yang dihamili paman sendiri. Pelaku adalah SP, 40, sedangkan korban adalah R, 16.

Pemkab Sragen melalui Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sragen telah mendampingi korban yang tinggal bersama neneknya di sebuah kampung di Kecamatan Sragen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Lembaga di bawah Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Sragen itu menerjunkan seorang psikolog untuk membantu pemulihan kondisi psikis korban yang sejak kelas VI SD sudah mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri itu.

Baca Juga: Bos Klub Peserta Piala Wali Kota Solo Siap Jor-Joran Bonus

“Kami memiliki satu psikolog, nanti insya Allah akan bekerja sama dengan lembaga lain seperti Yayasan Kakak,” jelas anggota P2TP2A Sragen, Dyah Nursari, kepada Solopos.com, Jumat (11/6/2021).

Dyah mengakui dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan kondisi psikis siswi SMA yang dihamili paman. Pasalnya, korban sudah cukup lama mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri. Dikhawatirkan beban psikis itu akan memengaruhi prilakunya.

Terlebih, kondisi korban saat ini mengandung janin dengan usia lima bulan. Tidak menutup kemungkinan, P2TP2A Sragen bakal membawa korban ke rumah singgah Dinas Sosial Sragen untuk memperlancar proses pemulihan psikis korban.

“Ini langkah yang sedang kami koordinasikan dengan teman-teman. Tapi, kami juga tidak memaksa [korban dibawa ke rumah singgah]. Itu tergantung anaknya. Nyamannya bagaimana? Kalau tetap tinggal di rumah saat ini juga masih aman karena pelaku sudah diproses hukum,” terang Dyah Nursari.

Baca Juga: Driver Ojol Korban Begal di Sukoharjo akan Gunakan Uang Donasi untuk Rehab Rumah

P2TP2A Sragen juga mengupayakan korban tetap mendapatkan hak atas pendidikan. Sejumlah opsi disiapkan seperti tetap bersekolah seperti biasa dengan memanfaatkan pembelajaran secara daring, pindah sekolah hingga opsi terberat yakni tidak sekolah namun tetap mengikuti ujian Kelompok Belajar (Kejar) Paket C.

“Kalau berdasar UU [Perlindungan Anak], tidak menutup kemungkinan [korban bisa belajar seperti biasa dalam kondisi hamil]. Tapi, itu kembali lagi kepada anak dan lingkungannya. Karena sekarang pembelajaran masih daring [dalam jaringan], harapannya ada kemudahan [untuk mengakses pendidikan],” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya