SOLOPOS.COM - BERMASALAH -- Empat pelajar yang tertangkap mengonsumsi minuman keras tengah diperiksa polisi. Guna menangani para pelajar yang bermasalah, pihak sekolah diminta mengambil persepsi bahwa mereka adalah korban. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

BERMASALAH -- Empat pelajar yang tertangkap mengonsumsi minuman keras tengah diperiksa polisi. Guna menangani para pelajar yang bermasalah, pihak sekolah diminta mengambil persepsi bahwa mereka adalah korban. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

SOLO – Pihak sekolah seharusnya menempatkan siswa sebagai korban ketika menghadapi siswa bermasalah. Dengan paradigma tersebut, respons yang muncul pertama kali adalah bagaimana menolong siswa tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pendapat itu disampaikan Direktur Yayasan Kakak Solo, Shoim Sahriyati, saat ditemui wartawan di sela-sela acara Workshop Fasilitasi Model Pencegahan Kekerasan di Sekolah Berbasis Gender tahun 2012 yang digelar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo di Gedung Organisasi Wanita Solo, Kamis (29/3/2012).

Shoim menyesalkan banyak pengelola sekolah yang langsung menempatkan anak bermasalah di sekolah sebagai pelaku utama. Akibatnya respon yang pertama muncul adalah bagaimana menjauhkan anak dari sekolah. Bahkan ada sekolah yang mengambil kebijakan untuk mengeluarkan anak yang bermasalah itu. Padahal setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

“Kalau anak pertama kali ditempatkan sebagai korban, ada langkah untuk mendengarkan terlebih dahulu apa yang dirasakan anak dan mengapa sampai ia melakukan suatu masalah. Hal ini juga bisa menjadi bahan sharing dengan siswa lainnya,” terangnya. Oleh karena itu, lanjut dia, salah satu tugas dunia pendidikan adalah membuat mekanisme/sistem penanganan kasus di sekolah agar tetap memperhatikan hak anak. Kalaupun selama ini sudah ada tata tertib sekolah, seharusnya dilihat kembali apakah tata tertib yang dibuat sudah memperhatikan hak anak sesuai undang-undang perlindungan anak.

Sementara itu Kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Disdikpora Solo, Kelik Isnawan, mengungkapkan kegiatan workshop itu diikuti kepala sekolah SD dan guru Bimbingan Konseling (BK) SMP, SMA/SMK di Kota Solo. Tujuannya untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana seharusnya menangani kasus kekerasan di sekolah ataupun menangani anak yang bermasalah. Kekerasan di sekolah, katanya, tidak hanya kasus kekerasan guru terhadap siswa, tapi juga siswa terhadap guru, guru terhadap guru dan siswa ke siswa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya