SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak tunggal (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA–Saat ini memiliki anak tunggal bisa saja dianggap sebagai hal yang normal. Banyak pasangan suami isteri memilih memiliki satu anak lantaran berbagai alasan atau pertimbangan.

Namun keputusan memiliki anak tunggal kadang juga tidak mudah lantaran pasti muncul pertanyaan dan desakan dari lingkungan sekitar. Seperti dialami seorang warga Solo, Wisnu. Sejak awal menikah, dia dan isteri sudah berkomitmen hanya memiliki satu anak dengan pertimbangan mereka tidak ingin memperbanyak jumlah populasi manusia di Bumi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Namun keputusan memiliki anak tunggal ini seperti mendapat tantangan dari sekitar, ada yang bilang kasihan anaknya mbok yao dikasih adik agar punya saudara kandung. Ada pula yang khawatir buah hati kami bakal tumbuh menjadi manja dan asosial,” paparnya, Sabtu (22/5/2021).

Baca Juga: Benarkah Angka Persalinan Lewat Operasi Sesar di RI Tinggi? Ini Datanya

Benarkah sindrom anak tunggal yang melabeli sebagai bocah yang manja, susah diatur, dan sudah bergaul itu hanya mitos atau fakta? Simak ulasannya di tips parenting kali ini.

Selama ini masih banyak orang yang familier dengan stereotip sindrom anak tunggal. Mungkin ayah dan ibu juga pernah menggunakannya selama memiliki anak tunggal. Akan tetapi, sebenarnya teori sindrom anak tunggal tidak selalu ada.

Mengutip laman halodoc, teori sindrom anak tunggal meyakini bahwa anak tunggal yang dimanja karena terbiasa mendapatkan apapun yang diinginkan dari orang tua, termasuk perhatian yang tidak terbagi. Hal ini yang menyebabkan anak tumbuh menjadi individu yang egois yang hanya memikirkan diri sendiri dan kebutuhannya sendiri.

Selain itu, kurangnya atau tidak adanya interaksi dengan saudara kandung menyebabkan rasa kesepian dan kecenderungan antisosial. Efek ini bisa terbawa sampai dewasa, di mana seseorang mengalami kesulitan bergaul dengan rekan kerja, hipersensitivitas terhadap kritik saat menjadi lebih tua, dan memiliki keterampilan sosial yang buruk.

Di sisi lain, menjadi anak tunggal tidak selalu membuatnya berbeda dari teman sebaya dengan saudara kandung. Tidak adanya saudara kandung tidak membuat seorang anak menjadi egois atau antisosial. Hal ini kembali lagi tentang bagaimana ayah dan ibu sebagai orangtua yang mengasuh dan membesarkan anak satu-satunya.

Baca Juga: Olahraga untuk Dongkrak Kesuburan Pria, Ini Daftarnya

Banyak psikolog yang setuju bahwa sindrom anak tunggal mungkin hanya mitos. Jika ada seorang anak tunggal yang memiliki karakter antisosial atau egois, itu mungkin karena ia terisolasi di dalam rumah atau jarang diajak bergaul oleh orangtuanya.

Anak-anak dalam budaya perkotaan dan pinggiran kota saat ini, memiliki banyak kesempatan untuk bersosialisasi dengan anak-anak lain, secara praktis sejak lahir. Misalnya di penitipan anak, di taman bermain, di sekolah, selama kegiatan ekstrakurikuler, bahkan secara online.

Banyak faktor berbeda yang membantu pembentukan karakter buah hati Anda. Tampaknya, setiap kali seorang anak tunggal menunjukkan jenis perilaku negatif apa pun, banyak orang yang mengaitkannya dengan sindrom anak tunggal. Padahal, perilaku negatif tersebut bisa terjadi pada anak dalam keluarga besar dengan banyak saudara kandung. Jadi sindrom itu hanyalah mitos, karena karakter bocah tergantung dari pola asuh orang tua.

Bagi Anda yang hanya memiliki anak tunggal, Anda bisa menerapkan beberapa tips berikut agar perkembangan anak Anda tetap optimal meski tanpa saudara kandung sebagaimana mengutip laman alodokter:

Baca Juga: Mitos tentang Kesuburan Wanita Ini Tidak Perlu Dipercaya Lagi

1. Ajak anak untuk bersosialisasi dengan teman-temannya. Anda bisa mengajak sepupu dan teman Si Kecil untuk bermain di rumah. Biarkan ia berinteraksi dengan banyak orang sejak usia dini agar memiliki keterampilan sosial.
2. Bebaskan Si Kecil untuk melakukan segala hal positif sendiri agar kreativitas dan kemandirian anak berkembang.
3. Jangan paksa anak melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya. Jangan pula memaksakan kehendak Anda, seperti memintanya mengikuti berbagai les.
4. Libatkan anak dalam percakapan atau diskusi, guna memperkaya kosakata dan pengetahuannya.
5. Ajak Si Kecil terlibat dalam kegiatan di luar rumah. Selain bisa bersosialisasi dengan banyak orang, ia juga dapat menemukan kegiatan apa saja yang menjadi minatnya.
6. Ajak Si Kecil untuk berbagi, saling membantu, atau menjadi relawan, agar rasa empati dalam dirinya bisa tumbuh.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya