SOLOPOS.COM - Kepala ORI DIY Budhi Masturi menyampaikan laporan yang ORI terima kepada wartawan, Rabu (21/9/2022). - Harian Jogja/Anisatul Umah

Solopos.com, SLEMAN — Dugaan pungutan liar di dunia pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali terjadi. Setelah beberapa waktu lalu muncul dugaan pungutan liar di SMKN 2 Jogja, kali ini dugaan pungutan liar dilaporkan di SMKN 2 Depok, Kabupaten Sleman.

Dugaan pungutan liar di sekolah itu terungkap setelah ada laporan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY pada Rabu (21/9/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Seorang orang tua murid SMKN 2 Depok berinisial E mengatakan saat rapat Komite Sekolah pada 16 September 2022 lalu disampaikan ada kebutuhan anggaran sekitar Rp5 miliar. Anggaran itu direncanakan untuk standar kelulusan, standar proses, penilaian pendidikan, dan lain-lain.

Dari kebutuhan anggaran senilai Rp5 miliar itu, untuk angkatan kelas X senilai Rp2,6 miliar. Setelah rapat itu diberikan surat kesanggupan keikhlasan yang dikumpulkan pada Senin (19/9/2022). Sebagian murid yang belum mengumpulkan diminta mengumpulkan terakhir pada Rabu (21/9/2022).

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Dipicu Lahan Parkiran, Pemilik Warmindo Bacok Bakul Angkringan di Bantul

“Muncul di grup, kita mau nyumbang berapa ya, Rp2 juta-Rp3 juta. Di grup wali murid yang menimbulkan psikologi orang tua untuk menyumbang,” kata dia kepada wartawan.

E mengaku anaknya mendapatkan pertanyaan-pertanyaan bernada diskriminatif dari teman-temannya. Atas pertanyaan itu, anaknya kemudian mempertanyakan kenapa muncul pertanyaan seperti itu.

Kepala ORI DIY, Budhi Masturi, mengatakan ada orang tua murid yang mengkritisi dan komplain terkait renacana dugaan pungutan liar di SMKN 2 Depok. Setelah mengkritisi rencana pungutan itu, anaknya ternyata mendapatkan reaksi yang membuat tidak nyaman. Dugaan pungutan liar untuk murid di SMKN 2 Depok senilai Rp2 juta.

“Hari ini orang tua melapor ke kantor kami terkait dengan adanya dugaan pungutan sekolah itu dan apa yang dialami anaknya,” paparnya.

Baca Juga: Pengemudi Mobil dalam Kecelakaan Beruntun di Bantul Ditetapkan Tersangka

Laporan yang diterima ORI DIY yakni dugaan pungutan dan perundungan. Anak tersebut mendapatkan perlakuan yang membuatnya merasa kurang nyaman. Saat ini menurutnya masih proses laporan awal.

“Kami baru proses verifikasi syarat materil. Saya mendengar sekilas dari orang tua,” paparnya.

Menurut dia, ada beberapa faktor penyebab adanya pungutan di sekolah, meski Dinas Pendidikan menyebut semua sekolah di DIY sudah memenuhi standar sekolah minimal nasional. Tetapi ada beberapa orang tua murid yang menginginkan lebih dari standar minimal.

“Kemudian dia berkolaborasi dengan komite, dengan sekolah, ketemulah, dibuatlah kebijakan tambah ini, tambah itu dan lainnya,” jelasnya.

Baca Juga: Wisata ke Bantul, Siswa dari Purworejo Tenggelam hingga Tewas di Kolam Renang

Kebutuhan yang tidak di-cover Bantuan Operasional Sekolah (BOS) akhirnya dicarikan ke orang tua. Semua orang tua harus ikut, bukan hanya segelintir yang menginginkan.

“Di sisi lain Pemerintah Pusat juga sebenarnya berkontribusi karena salah satu item yang digunakan untuk membiayai guru tidak tetap. Yang itu harus di-hire karena sekolah kekurangan guru, sebab formasi guru yang sudah pensiun tidak bisa segera diisi ketika diajukan ke Pemerintah Pusat,” ucapnya.

Lebih lanjut, Budi menekankan meski pungutan merupakan inisiatif orang tua murid, tetap tidak dibolehkan. Orang yang melakukan pungutan adalah orang yang mempunyai kewenangan memungut, sementara sekolah ini tidak ada.

“[Kalau sumbangan] Hanya ada dua opsi, bersedia menyumbang berapa isi sendiri, dan tidak bersedia menyumbang,” ucap dia.

Baca Juga: Pedagang di Teras Malioboro 2 Bakal Dipindah, Paguyuban: Belum Ada Sosialisasi

Kepala SMKN 2 Depok Agus Waluyo mengatakan dasar hukum yang sekolah gunakan adalah Permendikbud No.75/2016 tentang Komite Sekolah. Berdasarkan aturan ini sumbangan diizinkan, asal bukan pungutan.

“Boleh, sumbangan itu kan atas dasar keikhlasan dan bahkan kami buat formulir keikhlasan bukan sukarela lagi. Keikhlasan sumbangan komite,” ucap dia saat ditemui di SMKN 2 Depok.

Dia mengklaim besaran sumbangan itu tidak dipatok. Bahkan ada orang tuan yang menyumbang Rp50.000. Sumbangan ini bisa ditransfer atau dibayarkan langsung ke sekolah. Jika tidak sempat ke sekolah bisa dititipkan ke anaknya.

Baca Juga: Jengkel Kerap Dimarahi Bos, Karyawan di Sleman Nekat Curi Barang Milik Bengkel



“Tujuan kami adalah memudahkan orang tua, ngapain ke sekolah, bisa dititipkan anaknya. Nanti buktinya bisa sampai ke orang tua. Kami sampaikan ke komite tahun anggaran ini Kelas X sekitar Rp2,6 miliar, Kelas XI turun lagi. Semakin tinggi tingkatannya sumbangannya semakin rendah,” ujarnya.

Agus menyebut sudah mewanti-wanti orang tua siswa untuk tidak membagikan ke publik nominal yang mereka sumbangkan.

“Kalau enggak mampu enggak pernah gimana-gimana, bapak ibu nyumbang karena sesuai kondisinya ya mangga kami sudah paham masalah pungutan,” ucap dia.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Dituding Lakukan Pungutan, Begini Kata Kepala SMKN 2 Depok

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya