SOLOPOS.COM - Mahasiswa UNY bercerita dalam Babak Baru Pendidikan Ada Apa dengan UNY? Kesaksian Korban UKT di UNY di Nitikusala Coffee and Tea, Senin (16/1/2023) - Istimewa youtube Media Philosofis

Solopos.com, SLEMAN —  Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dalam beberapa hari terakhir menjadi sorotan. Hal itu setelah viralnya kisah Nur Riska, seorang mahasiswi UNY angkatan 2020 yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT) hingga akhir hayatnya.

Kisah Riska ini ternyata menjadi pembuka tabir bahwa ada banyak mahasiswa yang kesulitan untukembayar UKT di UNY. Banyak mahasiswa yang harus keteteran untuk demi melanjutkan menempuh kuliah di universitas.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

Beberapa mahasiswa menceritakan kisah perjuangan mereka dalam membayar UKT itu dalam acara Babak Baru Pendidikan ‘Ada Apa dengan UNY? Kesaksian Korban UKT di UNY’ yang diinisiasi UNY Bergerak di Nitikusala Coffe and Tea dan disiarkan melalui YouTube Media Philosofis, Senin (16/1/2023).

Beberapa mahasiswa yang membuka cerita ini tidak berani menyebutkan identitas mereka. Salah satu mahasiswa menceritakan masuk kuliah di UNY saat pandemi Covid-19 sedang ganas-ganasnya. Pendapatan kedua orang tuanya berkurang cukup banyak waktu itu.

Usaha angkringan milik bapaknya tidak seramai sebelum pandemi. Sementara ibunya yang bekerja sebagai buruh pabrik, jam kerjanya pun dikurangi. Ini berdampak pada upah yang diterima ibunya terpotong cukup banyak.

“Ibu saya diberikan cuti berapa hari dan masuk lagi, jadi gaji terpotong cukup banyak,” ujarnya.

Dalam kondisi keuangan keluarganya yang sedang payah itu, ia justru mendapat UKT sebesar Rp4,2 juta per semester. Meski demikian, ia tak pantang mundur. Pada semester pertama dan kedua, ia kuliah sambil bekerja di salah satu perusahaan perkebunan untuk mendapatkan pemasukan.

Namun, hasil sebagai pekerja itu ternyata belum cukup untuk memenuhi semua biaya yang diperlukan. Hingga akhirnya, bapaknya menjual sapi untuk biaya kuliah.

“Ibu dan bapak menjual sapi yang menjadi tabungan untuk membiayai saya kuliah. Padahal itu untuk tabungan adik saya nanti agar bisa masuk ke sekolah setelah SD,” ungkapnya.

Selain menjual sapi, kedua orang tuanya juga ternyata berutang di bank. Kondisi kian parah ketika motor yang biasa ia gunakan dan baru saja lunas hilang. Ia dan keluarganya begitu sedih waktu itu menghadapi kenyataan yang begitu berat.

“Tapi apakah di sini kita terus-menerus meromantitasi kesedihan ini? Enggak kan, kita harus mencoba mendorong agar kebijakan di UNY khususnya berubah agar menjadi satu kampus yang lebih ramah teman-teman yang mau kuliah di situ,” katanya.

Mahasiswa lainnya menceritakan ia harus membayar UKT Rp3,6 juta per semester. Padahal, ia sudah mengisi surat-surat yang diminta UNY tentang kondisi ekonomi seperti gaji orang tua, kondisi rumah dan lain-lain sesuai kenyataan. Waktu itu, orang tuanya juga terdampak pandemi.

“Pada saat itu kondisi keluarganya tidak baik-baik saja. Mungkin sama kayak teman-teman yang lain, waktu itu Covid-19, tempat kerja bapak gulung tikar, bosnya juga melarikan diri. Bapak pulang ke rumah tidak dapat pesangon, tidak bawa apa-apa. Akhirnya di rumah kerja serabutan,” katanya.

Bapaknya meminjam uang kepada tetangganya. Lantaran tidak ada uang untuk melunasi, bapaknya pun terpaksa menjual motor.

“Uang dari jual motor itu buat nutup utang, setelah itu kuliah lah,” ungkapnya.

Semester berikutnya, bertepatan dengan adiknya yang masuk SMK, ia kembali kebingungan bagaimana membayar UKT. Setelah mengusahakan berbagai cara termasuk mencoba beasiswa dari Pemda DIY namun tidak berhasil, ia memutuskan untuk cuti kuliah sambil bekerja di rumah makan.

Pengajuan keberatan dan penurunan golongan UKT pun ternyata bukan perkara mudah.

Salah satu mahasiswa yang sudah pernah mencobanya menceritakan saat ini ia terpaksa berhenti kuliah di UNY dan melanjutkan kuliah di kampus lainnya di daerahnya.

“Kenapa enggak lanjut, soalnya saya dulu pernah mengajukan penurunan UKT, UKT Rp3,6 juta. Bisa dibilang murah sebenarnya, tapi berhubung saya orang Jakarta yang enggak ada saudara atau siapapun di Jogja, jadi Rp3,6 itu terasa mahal, belum biaya kos, biaya makan, belum biaya saya berdinamika sendiri di kampus,” ungkapnya.

Ia menceritakan saat mencoba mengajukan penurunan UKT,  kampus tidak menyetujuinya. Hal ini membuat orang tuanya yang hanya berjualan soto patah semangat sehingga memintanya untuk tidak melanjutkan kuliah di UNY.

“Keresahan waktu itu di UNY memang birokrasi itu bener-bener tutup kuping menurut saya. Karena apa pun yang terjadi di Jogja enggak bakal dilirik sama birokrat. Sampai dengar kabar almarhum [Nur Riska] sampai begitu, apakah mungkin ada korban selanjutnya seperti almarhum?” katanya.

Anggota Tim Humas UNY Bergerak, Opal, menuturkan Babak Baru Pendidikan ‘Ada Apa dengan UNY? Kesaksian Korban UKT di UNY’ ini merupakan bagian dari upaya menurunkan biaya pendidikan sampai terjangkau oleh semua mahasiswa.

Berdasarkan survei UNY bergerak, ada 97% dari 1.000 lebih mahasiswa yang keberatan membayar UKT. UNY Bergerak berencana mengirimkan hasil kajian yang sudah dibuat ke Dirjen Dikti, Prof. Nizam, untuk memberi gambaran kondisi sebenarnya di UNY. “Kenyataannya ada 1.000 lebih mahasiswa yang sampai hari ini kesulitan untuk mengakses kuliah,” kata dia.

Pesawat Kertas menjadi simbol harapan para mahasiswa untuk dapat mengakses pendidikan yang lebih terjangkau. Mahasiswa berharap uang kuliah bisa selalu disesuaikan setiap semester dan benar-benar melihat kondisi keluarga mahasiswa.



“Bukan cuma satu golongan yang turun. Tapi benar-benar turun seusai kondisi mahasiswa. Kalau memang harus turun Rp1-Rp2 juta ya kasihlah,” ujarnya.

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Hukum UNY, Anang Priyanto, mengklaim rektorat sudah memfasilitasi pengajuan penurunan golongan UKT.

“UNY berkomitmen untuk membantu mahasiswa yang memiliki kendala secara ekonomi dalam penyelesaian studi, sesuai prosedur dan data-data yang valid atau terverikasi,” katanya.

Ia mengklaim UNY terbuka atas masukan, saran, dan kritik. UNY juga menyediakan sarana atau untuk penyampaian data atau informasi berkaitan dengan layanan, termasuk tentang UKT. “Jika dipandang sangat perlu bisa langsung disampaikan kepada Rektor,” ujarnya.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Cerita Banyak Mahasiswa UNY Kesulitan Bayar Kuliah: Jual Motor Hingga Sapi dan Pindah Kampus

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya