SOLOPOS.COM - Ilustrasi rokok ilegal sitaan Bea dan Cukai. (JIBI/Solopos/Antara/Yusuf Nugroho)

Polemik harga rokok Rp50.000 sudah mereda. Kini, Hasbullah Thabrany mengusulkan cukai rokok menambal BPJS Kesehatan.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah diminta melakukan terobosan kebijakan untuk menutupi defisit pembiayaan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang makin melebar dan diperkirakan di penghujung tahun ini mencapai Rp9 triliun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Pusat Studi Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEK) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Hasbullah Thabrany mengatakan pengalokasian anggaran kesehatan sebesar 5% pertahun belum mendukung efektivitas sisten Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kini BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar Rp5,85 triliun.

“Keberlangsungan program JKN bergantung pada kecukupan dana, kualitas layanan yang baik dan merata serta kepatuhan peserta program untuk membayar iuran. Nah, penambahan jumlah peserta dan penyesuaian besaran premi bukan solusi yang dapat menyelesaikan akar permasalahan anggaran dana BPJS Kesehatan,” ujarnya dalam diskusi publik tentang JKN, Kamis (25/8).

Menurutnya, bertambahnya jumlah peserta JKN tidak akan mengatasi persoalan ketidakcukupan dana selama jumlah kontribusi peserta tidak proporsional dengan beban pelauyanan kesehatan yang diberikan. Penyesuaian iuran yang diberlakukan sejak 1 April 2016 tidak mampu menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran BPJS Kesehatan.

Dengan keterbatasan itu, menurutnya, pemerintah harus menemukan sumber pendanaan lain untuk menjamin keberlangsungaan JKN. Karena itu, pihaknya mengusulkan agar pemerintah bisa menambal defisit penyelenggaraan JKN dengan memanfaatkan dana cukai hasil tembakau (CHT).

“Kami mengharapkan dedikasi yang besar dari Presiden untuk menggunakan CHT guna membayar iuran JKN. Defisit yang dialami BPJS Kesehatan dapat diatasi dengan memanfaatkan mobilisasi dana cukai rokok yang besarnya mencapai Rp126 triliun pada 2015,” ucapnya.

Selain menutup jurang defisit, dana dari CHT menurutnya juga bisa digunakan untuk meningkatkan tarif kompensasi bagi dokter praktik swasta yang belum memadai. Pasalnya, seorang dokter praktik swasta hanya mendapatkan imbal kompensasi Rp8000 perorang perbulan ketika menangani peserta BPJS Kesehatan.

Dalam kesempatan itu, pihaknya juga mengharapkan BPJS menambah kerja sama dengan asuransi kesehatan lainnya. Saat ini, badan penyelenggara tersebut telah memberlakukan skema koordinasi manfaat atau coordination of benefit (COB). Skema ini dapat meningkatkan pelayanan bagi peserta yang mampu mebayar lebih dengan membeli asuransi kesehatan tambahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya