Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Laporan tersebut, yang dikutip oleh Daily Mail, Jumat (13/1/2012), meneliti 50 macam hal yang dikategorikan sebagai risiko global di berbagai bidang ekonomi, lingkungan, geopolitik, kemasyarakatan dan teknologi. Penelitian itu dilakukan melalui wawancara dengan hampir 500 pakar dari industri, pemerintahan dan spesialis.
“Kesenjangan pendapatan yang sangat besar” menjadi ancaman tergawat pertama, disusul “ketidakseimbangan fiskal” pada urutan kedua. “Peningkatan emisi gas rumah kaca” menjadi ancaman tergawat ketiga sementara di posisi kelima ada “krisis pasokan air.”
Para ahli menyatakan mereka kini paling khawatir dengan serangan dunia maya yang berisiko menimbulkan gangguan di pusat pembangkit energi, pasokan air dan sistem vital lain. Namun mereka juga menyatakan, risiko ancaman seperti ini saat sekarang masih rendah.
Steve Wilson, chief risk officer di sebuah perusahaan asuransi di Zurich, Swiss, yang ikut terlibat dalam penyusunan laporan itu, menyatakan perhatian terbesar WEF adalah kompleksnya sistem keamanan internet.
Laporan itu, yang bertujuan meninjau dalam jangka waktu 10 tahun ke depan untuk masalah risiko, menegaskan pula bahwa pesatnya kemajuan teknologi berdampak pada kesulitan bidang keamanan untuk mengimbanginya. “Ruang maya yang sehat diperlukan untuk menjamin stabilitas perekonomian dunia dan keseimbangan kekuatan. WEF juga menyerukan peningkatan investasi dalam penyelidikan kerentanan dunia maya.
Di sisi lain, meski masalah gangguan dunia maya itu kini makin menjadi perhatian, para ahli masih lebih mengkhawatirkan berlanjutnya krisis keuangan di dunia. Laporan WEF menyatakan pula, dengan makin parahnya kesenjangan pendapatan, harapan untuk masa depan yang lebih baik kini makin pudar dan ketidakpuasan rakyat makin kentara dengan kesenjangan pendapatan itu. Warga termiskin yang mencapai separuh dari populasi dunia hanya menguasai 1 persen kemakmuran dunia, sementara kelompok terkaya yang jumlahnya hanya 1 persen justru menguasai separuh dari kekayaan dunia.
Hasil survei lembaga kajian Gallup tahun 2011 menunjukkan pula bahwa secara global orang makin yakin standar hidup saat ini makin merosot. Mereka juga makin tidak percaya dengan kemampuan pemerintah mereka untuk mengatasi hal itu.
JIBI/SOLOPOS/R Bambang Aris Sasangka