SOLOPOS.COM - Boyamin menunjukkan data pelengkap laporan dugaan penyebaran data pribadi di Mapolresta Solo pada Jumat (21/5/2021). (Solopos/Ichsan Kholif Rahman)

Solopos.com, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sepakat dengan pernyataan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang menyebut nasib 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) merupakan tanggung jawab KPK. Di sisi lain, MAKI melihat ada upaya menyeret pemerintah dalam pusaran polemik KPK ini untuk melegitimasi TWK.

"Jadi ini memang tanggung jawab sepenuhnya di KPK dan berusaha nyeret-nyeret pemerintahan. Pak Moeldoko dalam pengertian ini mendudukkan perkara sebagaimana mestinya. Bahwa ini memang tanggung jawabnya KPK, jangan kemudian membawa-bawa pemerintahan, karena KPK adalah lembaga independen," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada wartawan, Kamis (27/5/2021).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Boyamin menyebut asesmen terhadap pegawai KPK cukup dilakukan melalui test psikologi. TWK, kata Boyamin, upaya KPK menyeret pemerintah untuk melegitimasi.

Baca Juga: 24 Pegawai KPK Tes Ulang TWK, Penyelidik KPK Ungkap Akal Bulus Firli  Cs

"Sejak niat adanya uji TWK itu jelas ada maksud menyeret pemerintah untuk legimitasi karena mestinya assesment itu untuk kinerja dan cukup dengan psikotes. Kalau test wawasan kebangsaan maka pegawai KPK secara bertahap diikutkan pendidikan Lemhanas," ujarnya.

Tanggung jawab penuh KPK terhadap 75 pegawai, menurut Boyamin, berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan itu yakni pegawai KPK tak dirugikan dalam alih status ASN.

"Terkait 75 itu memang menjadi kewenangan penuh KPK. Dasarnya apa? Putusan Mahkamah Konstitusi dan di mana putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak boleh merugikan dengan alasan apa pun tidak boleh merugikan," ucapnya.

Kewenangan Terbatas Pemerintah

Boyamin kemudian bicara soal pemberhentian pegawai KPK yang menurutnya hanya bisa dilakukan jika pegawai tersebut melakukan melanggar hukum dan etika. Oleh sebab itu, menurut Boyamin KPK janga menyeret pemerintah terkait status 75 pegawai.

Baca Juga: KPK Mati Kutu di Era Jokowi dan Mahfud MD, Politikus Demokrat: Prediksi Saya Meleset

"Nah aturannya boleh diberhentikan dengan cara apa? Ya hanya dengan melanggar hukum dan melanggar etika. Seperti yang aku rumuskan permohonan rencana judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Memang harus begitu, jadi jangan KPK, khususnya Pak Firli, itu menyeret-nyeret BKN dan menyeret MenPAN-RB," imbuhnya.

Moeldoko sebelumnya mengatakan keputusan akhir terkait nasib 75 pegawai yang tidak lolos TWK merupakan kewenangan KPK. Moeldoko menyebut KPK-lah yang bertanggung jawab atas keputusan akhir tersebut.

"Bahwa pimpinan KPK kemudian mengambil kebijakan lain tersendiri, hal tersebut merupakan kewenangan dan keputusan lembaga pengguna dalam hal ini KPK. Pemerintah memiliki kewenangan tertentu tetapi tidak seluruhnya terhadap proses pembinaan internal di KPK. Karena itu, KPK sebagai pengguna dan pengambil keputusan akhir atas status 75 pegawai bertanggung jawab penuh atas semua implikasi yang ditimbulkan dari keputusan tersebut," kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Kamis.

Baca Juga: Kasihan Jokowi, Tak Digubris Pimpinan KPK yang Pecat Pegawai Tak Lulus TWK

Moeldoko menegaskan pada prinsipnya KSP dan sejumlah kementerian solid mendukung arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, kata Moeldoko, kewenangan pemerintah terhadap proses pembinaan internal di KPK terbatas.

"Posisi KSP, kementerian, dan lembaga yang berada dalam kewenangan langsung Presiden tetap dalam posisi mendukung pelaksanaan arahan Presiden sebagaimana tersebut di atas," sambung Moeldoko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya