SOLOPOS.COM - Ainita Syafi'ah, pengamat seni rupa anak, mahasiswa Jurusan Seni Rupa FKIP UNS (JIBI/SOLOPOS/ist)

Ainita Syafi'ah, pengamat seni rupa anak, mahasiswa Jurusan Seni Rupa FKIP UNS (JIBI/SOLOPOS/ist)

Bila kita mendengar kata prestasi pasti kita memahaminya dengan sebuah keberhasilan. Pada umumnya yang terjadi di masyarakat, berprestasi berarti pasti sudah menjuarai atau telah mempunyai beberapa piala. Dalam dunia pendidikan pun tetap seperti umumnya menyandang berprestasi sama halnya menjadi juara atau menjuarai.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut saya prestasi itu sangat luas sekali dan tidak harus menjadi juara. Siapa saja yang menekuni sesuatu menjadi terampil dan mempunyai nilai tambah bagi dirinya itu juga bagian dari prestasi. Seorang anak yang pandai melukis dan sering mengikuti pameran tetapi tidak pernah menjadi juara, juga bisa dikatakan sebuah prestasi. Seorang anak yang dulunya tidak bisa menggambar setelah masuk sanggar lukis akhirnya bisa menggambar ini pun sebuah prestasi. Seorang anak yang dulunya setiap diminta mewarnai gambar, tidak pernah selesai, tetapi karena minatnya yang besar dan akhirnya anak bisa mewarnai dengan sempurna juga bisa dikatakan sebuah prestasi.

Sebenarnya banyak sekali prestasi yang diraih anak, hanya saja orangtua perlu berperan untuk mengamati perkembangan anak. Sekecil apa pun prestasi yang diraih anak, bisa menjadikan anak berkembang. Peran orangtua sebagai suporter dan motivator, sangat dibutuhkan.

Nah, bagi anak-anak yang sudah berprestasi sekecil maupun sebesar apa pun itu tak harus mendapatkan penghargaan berupa piala. Penghargaan bisa diberikan dari keluarga sendiri, entar itu orangtua maupun saudara yang lain. Contoh paling mudah, yakni bila anak diketahui suka menggambar, maka orangtua harus menyediakan kertas sebanyak-banyaknya. Kumpulkan hasil gambar anak dan rawatlah dengan baik. Bila ada waktu pilih gambar yang terbaik kemudian diberi pigura. Pajang hasil lukisan anak di kamar anak atau bisa juga orangtua memasangnya di ruang tamu.

Langkah tersebut bagi anak merupakan penghargaan yang tak ternilai. Dengan memberikan penghargaan minat anak akan selalu tumbuh dan berkembang dengan baik. Ke depan prestasi pun akan lebih gemilang.

Ada lagi cara lain dalam memberikan penghargaan kepada anak. Yakni kirimkan hasil lukisan anak ke media massa yang menyediakan satu rubrik memuat karya lukis anak. Karya anak yang dimuat di media massa menjadi sebuah penghargaan tak ternilai bagi anak. Sangat menarik sekali bila dalam keluarga bisa merawat minat anak dengan baik.

Coret-coret
Sejak berusia tiga tahun, anak mempunyai kesukaan mencorat-coret. Aksi corat-coret anak tersebut sebenarnya merupakan cara mengungkapkan pengalaman pribadinya. Semakin bertambah usia maka corat-coret anak semakin mempunyai bentuk yang jelas, meski belum sempurna tapi orang lain sudah bisa menangkap.

Akhirnya bisa disimpulkan seni rupa dalam hal ini corat-mencoret tidak bisa dipisahkan dari anak. Pendidikan usia dini banyak melibatkan peran seni rupa seperti menyusun gambar, membentuk, mewarnai menggambar, menempel gambar. Seni rupa pada anak sangat membantu pembentukan karakter anak seperti proses kreatif, melatih kepekaan indera dengan rasa untuk membentuk sesuatu menjadi indah.

Pakar pemerhati anak Kak Seto mengatakan tanpa berkembangnya motorik halus pada anak maka diibaratkan anak berjalan dengan satu kaki. Jadi anak yang cerdas mempunyai keseimbangan perkembangan otak kanan dan kiri atau motorik kasar dan motorik halus. Seni rupa merupakan proses yang ikut mengembangkan motorik halus ternyata mempunyai peranan penting bagi anak. Melihat peran seni rupa maka sebagai orangtua harus membuang jauh membicarakan bakat, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengembangkan minat anak.

Sungguh beruntung bila mempunyai anak yang mempunyai minat besar terhadap seni rupa, karena karyanya pasti banyak. Rasanya rugi bila orangtua tidak memberi penghargaan sama sekali kepada mereka.

Membudayakan memamerkan hasil karya anak di rumah bisa menjadi langkah positif menghargai hasil karya anak. Karya anak yang terpajang di rumah juga bisa dilihat oleh orang lain. Mungkin masih aneh dan dinilai terlalu berani, tetapi hal itu bisa membawa pengaruh positif.

Seperti apa yang pernah dilakukan Agus Sis seorang pelukis Solo yang juga alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Solo. Dia pernah memamerkan karya anaknya di rumah. Karya-karya anak yang terpajang indah di rumah itu layaknya galeri rumah. Keberanian Agus Sis patut ditiru. Secara tidak langsung Agus lewat galeri rumahnya, Agus membudayakan Solo sebagai Kota Budaya sekaligus mendukung Solo sebagai Kota Layak Anak.

Memamerkan karya anak di rumah sendiri tidak perlu prosedur yang sulit serta berbiaya murah. Hanya perlu kebenian. Gambar karya anak yang dipajang kita atur di rumah layaknya sebuah galeri. Siapa pun tamu yang berkunjung ke rumah bisa menikmati gambar-gambar tersebut. Bila para orangtua telah berani melakukannya maka ini menjadi sebuah prestasi besar bagi anak dan orangtua. Dan yang membanggakan lagi bila galeri rumah yang memamerkan hasil karya anak menjadi sebuah budaya di Solo dan dilakukan oleh sebagian besar para orangtua di Solo, maka sepantasnya Solo menjadi Kota Layak Anak sekaligus Kota Budaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya