SOLOPOS.COM - Tim advokasi pasangan Prabowo-Hatta menunjukkan berkas revisi sengketa Pilpres 2014 yang diserahkan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (7/8/2014). Berkas revisi perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) itu setebal 198 halaman dengan 76 alat bukti. (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A.)

Solopos.com, JAKARTA — Setara Institute menilai Mahkamah Konstiusi (MK) tidak perlu pengabulkan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

“Kualitas permohonan di bawah standar, bukti-bukti perkara compang-camping dan kesaksian tidak bermutu di luar saksi ahli. Sudah sepantasnya MK menolak permohonan Prabowo-Hatta,” kata Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani, di Jakarta, Senin (18/8/2014).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ismail mengatakan perkara tersebut merupakan ujian terakhir terhadap integritas dan wibawa MK dalam memutus perkara PHPU. Dalam konteks Pemilu Presiden 2014, memastikan integritas dan wibawa hakim MK sangat mudah, yaitu menolak gugatan Prabowo-Hatta.

Terkait keterangan saksi ahli yang diajukan Prabowo-Hatta yang meminta MK menguji aspek konstitusional pemilu, Ismail Hasani menilai MK tidak bisa bergeser kepada hal tersebut.

“Permohonan pemohon tidak menyoal aspek konstitusionalitas pemilu sebagaimana disampaikan para saksi ahli. Untuk menakar dan menentukan konstitusionalitas pemilu pun diperlukan indikator-indikator ketat sebagaimana yurisprudensi MK yang menetapkan standar terstruktur, massif, dan sistematis,” tuturnya.

Karena itu, Ismail Hasani menilai tanpa indikator yang rasional dan objektif, menyoal konstitusionalitas pemilu hanya wacana yang ditujukan untuk menghibur pihak Prabowo-Hatta. “MK tidak perlu memberi hiburan semu kepada Prabowo-Hatta dengan menetapkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah,” ujarnya.

Setara Institute telah mengkaji 107 putusan MK yang dikeluarkan pada periode 19 Agustus 2013 hingga 17 Agustus 2014. Rentang waktu tersebut dipilih sebagai batas peringatan Hari Konstitusi yang jatuh pada 18 Agustus.

Dari 107 perkara tersebut, MK mengabulkan 24 perkara, menolak 36 perkara, dan menyatakan tidak dapat menerima 38 perkara. Selain itu, MK juga mengeluarkan tujuh ketetapan dan dua perkara dinyatakan gugur. Setara Institute memberi penilaian positif terhadap 23 perkara yang dikabulkan dan 26 perkara yang ditolak.

Sedangkan yang mendapat penilaian negatif adalah empat perkara yang ditolak MK terkait pewajiban laporan peristiwa kelahiran untuk memperoleh akta kelahiran, tetap dipertahankannya izin Jaksa Agung untuk memeriksa jaksa yang melakukan tindak pidana, otonomi pendidikan, dan badan hukum pendidikan serta pengujian UU PNPS tentang penodaan agama.

Selain penilaian positif dan negatif, Setara Institute juga memberikan penilaian wajar terhadap satu putusan yang dikabulkan, enam putusan yang ditolak dan 38 putusan yang tidak diterima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya