SOLOPOS.COM - Puri Gedeh Semarang (Instagram/@semarang.herritage)

Solopos.com, SEMARANG —  Kota Semarang, ibu kota provinsi Jawa Tengah ini memiliki julukan fenomenal, yaitu Kota Atlas. Dilansir dari berbagai sumber, Rabu (16/2/2022), Atlas merupakan akronim atau singkatan dari Aman, Tertib, Lancar dan Sehat. 

Bukan hanya julukan, sebutan Kota Atlas telah menjadi semboyan yang digunakan pemerintah kota (Pemkot) selama bertahun-tahun. Semboyan Atlas ini pada dasarnya adalah ajakan pemerintah kepada warganya untuk menjaga dan memelihara keindahan kota yang terdiri dari berbagai peninggalan sejarah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca juga: Ayam Pencok Khas Grobogan, Dulunya Sesajen di Bledug Kuwu

Semboyan ini digencarkan sejak masa kepemimpinan Muhammad Ismail yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah selama dua periode, yakni dari tahun 1983-1993 dan disetujui oleh Pemkot Semarang. Beliau adalah seorang gubernur dengan latar belakang militer yang kuat dengan gelar Mayor Jendral. Hingga berita ini ditulis, belum ada sumber yang menjelaskan secara rinci terkait asal usul semboyan dan sebutan Kota Atlas yang disematkan pada ibu kota Jawa Tengah ini.

Sejarah Kota Semarang 

Dilansir dari sebuah sebuah literasi, Kota Semarang telah melewati begitu banyak pergantian zaman. Dari kerajaan, penjajahan hingga kemerdekaan. Sebelum bernama Semarang, dulunya daerah ini bernama Bukit Pragota (kini mejadi bukit Bergota). Hingga pada abad ke-15, seorang utusan dari Kerajaan Demak, Pangeran Made Pandan yang juga dikenal sebagai Kyai Ageng Pandan Arang menyebarkan Islam di daerah perbukitan tersebut.

Seiring berjalannya waktu, wilayah perbukitan tersebut menjadi subur dan ditanam pohon asem areng oleh Kyai Ageng Pandan Arang hingga akhirnya menjadi cikal bakal penamaan Kota Semarang yang berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, Asem dan Areng.

Baca juga: Misteri Punden Mbah Ro, Tempat Pesugihan di Bledug Kuwu

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1884), Semarang menjadi salah satu kota penting dalam keigatan perekonomian. Pada masa itu juga banyak didirikan bangunan-bangunan modern oleh pemerintah Hindia Belanda yang memiliki desain yang khas seperti bangunan Eropa saat itu.

Potensi perekonomian yang besar dengan julukan kota, akhirnya membuat kapal-kapal dagang dari berbagai negara berdatangan ke Semarang. Mereka tidak hanya berdagang saja, namun mereka juga membawa pengaruh budaya dan agama melalui media akulturasi budaya, salah satunya adalah melalui pernikahan dengan warga lokal.

Meskipun saat itu mayoritas masyarakat Semarang sudah beragama Islam, namun karena kedatangagan para saudagar atau pedagang tersebut, muncul kelompok-kelompok penganut agama baru yang berkembang sedikit demi sedikit. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan tempat-tempat ibadah selain Masjid di beberapa daerah di Kota Semarang.

Baca Juga: Hidden Canyon-Puncak Natas Angin, Ini 5 Wisata Ciamik di Gunung Muria

Selain itu, pengaruh dari para saudagar atau pedagang dan pemerintahan kolonialisme juga memberikan pengaruh pada keragaman kuliner di Kota Semarang, salah satunya adalah lumoia yang merupakan menu makanan perpaduan budaya lokal Jawa dengan budaya Tionghoa dan hingga kini menjadi kudapan yang paling dikenal di Kota Semarang.

Singkatnya, karena masa-masa inilah, Semarang menjadi kota yang dikenal dengan kemajemukannya akibat sentuhan berbagai budaya yang dibawa oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, Tiongkok hingga Belanda (Eropa). Kondisi ini menjadi salah satu faktor semboyan Atlas dicanangkan supaya masyarakat Semarang bisa menjaga kondisi kota Semarang dengan keindahan dan kemajemukan yang sudah dibangun sejak lama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya