SOLOPOS.COM - Suasana final lomba lato-lato di Kiringan, Boyolali, Minggu (15/1/2023). Hikaru Kanta, seorang anak asal Kaliwungu, Semarang, memangi lomba tersebut. (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Suasana sengit mewarnai final lomba lato-lato di food court Kimura, Desa Kiringan, Kecamatan/Kabupaten Boyolali, Minggu (15/1/2023) siang. Peserta yang semula mencapai 90 orang, tersisa tiga anak alias bocah kecil (bocil) pada final tersebut.

Pada final tersebut, ada tiga anak, yaitu Messi Wahyutama, 11, asal Logerit, Mojosongo, Boyolali. Kemudian, ada peserta dari Banaran, Boyolali, Haikal Rino, 10 dan peserta dari Desa Ngemplak, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang, Hikaru Kanta, 10.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka berdiri, bermain lato-lato, dikerubungi penonton anak-anak dan dewasa. Tiga finalis lomba lato-lato Desa Kiringan tersebut bermain lato-lato sambil menirukan gerakan dari seorang instruktur senam seperti bergoyang, berputar, dan duduk.

Peserta asal Logerit, Messi, harus tumbang di menit ke-12. Sedangkan, peserta asal Banaran, Rino, terhenti saat ia harus bermain lato-lato dalam keadaan telentang di menit ke-15.

Ekspedisi Mudik 2024

Peserta yang bertahan terakhir asal Kabupaten Semarang, Hikaru Kanta. Ia berhasil melewati tantangan bermain lato-lato sambil telentang.

Kanta mengaku senang dengan hasil yang ia terima. Ia mengaku sudah sebulan lebih ini bermain lato-lato.

Tak hanya itu, ia juga telah berlatih bermain lato-lato sambil bergerak cepat khusus mengikuti lomba ini.

“Saya sudah terbiasa bermain lato-lato, tapi yang pakai gerakan senam baru kali ini. Cukup sulit,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com seusai menang.

Kanta mengaku selalu bermain lato-lato setiap harinya seusai sekolah. Ia mengatakan sang ayah juga mendukungnya dengan mengawasinya dan mengingatkan ketika bermain lato-lato terlalu lama.

Kepala Desa (Kades) Kiringan, Sri Wuryanto, mengungkapkan total ada 90 anak dari tiga kabupaten yang mengikuti lomba lato-lato di desanya. Ia menilai antusiasme pendaftar lomba lato-lato sangat bagus, terbukti dari banyaknya peserta lomba.

“Yang daftar ada 90 anak, pesertanya semua usia SD ke bawah. Ada yang dari Kaliwungu, Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali sendiri, dan Tulung, Klaten,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com di lokasi lomba.

Ia mengungkapkan beberapa daerah di Kabupaten Semarang, seperti dari Kradenan dan Kaliwungu hadir untuk daftar ulang. Khusus daerah Boyolali, ada beberapa dari Kiringan, Cepogo, Banyudono, Mojosongo, dan banyak daerah lain.

“Untuk penentuan pemenang, nanti babak penyisihan itu main tiga menit tanpa henti. Di babak semifinal, main lato-lato lima menit disertai tantangan seperti gerakan dari senam. Kemudian, untuk finalnya nanti yang terlama,” ujar dia.

Lebih lanjut, ia menjelaskan hadiah dalam lomba tersebut akan diambil juara I, II, III, dan juara harapan I.

Juara I akan mendapatkan hadiah uang sebesar Rp500.000, juara II mendapatkan Rp300.000, dan juara III akan memperoleh Rp200.000. Masing-masing juga akan menerima tropi lomba lato-lato.

“Juara harapan I nanti akan mendapatkan voucher makan di salah satu UMKM di sini,” jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Boyolali, Nuri Rinawati, menjelaskan permainan lato-lato bisa membuat anak belajar melatih kemampuan motorik, kontrol, visual, dan fokus.

“Membenturkan dua bandul secara bersamaan membutuhkan konsentrasi, bagaimana anak bisa mengontrol dan mengendalikan dua bandul itu bersentuhan, makin kuat sentuhannya makin nyaring bunyinya itu semakin asik,” terangnya saat dihubungi Solopos.com, Kamis (5/1/2023).

Permainan lawas itu diklaim sangat cocok untuk anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan. Meski demikian, lato-lato juga menarik perhatian para remaja hingga orang-orang dewasa.

“Sebenarnya ada batasan usia idealnya, kalau tidak salah, sekitar tujuh tahun lebih karena secara motorik sudah bisa mengontrol,” jelasnya.

Lato-lato yang dimainkan anak-anak dengan usia terlalu dini berisiko mengenai anggota tubuh pada anak dan  menimbulkan rasa sakit. Anak yang masih terlalu dini dan belum punya kemampuan mengontrol cukup baik tidak disarankan bermain lato-lato.

Menurut Nuri, lato-lato akan lebih seru bila dimainkan bersama-sama dengan teman karena ada nilai kompetitif dalam permainannya. Lato-lato yang dimainkan bersama-sama teman bisa melatih anak-anak hidup bersosial.

“Secara individu melatih itu [perkembangan diri], tetapi secara bersamaan melatih interaksi sosial juga,” kata dia.

Selain menumbuhkan jiwa sosial, kata Nuri, lato-lato bisa menjadi sarana pengalihan fokus anak-anak dari penggunaan gadget. Anak-anak yang bermain gadget cenderung individual, sementara lato-lato membawa anak-anak bisa berinteraksi dengan lingkungannya.



Namun demikian, lato-lato yang dimainkan dengan durasi waktu terlalu lama bisa dinilai kurang bermanfaat bagi anak. Nuri menyarankan agar anak-anak bermain lato-lato secukupnya.

“Semua tidak baik bila berlebihan, negatifnya itu. Kalau terlalu lama, terlalu asik jadi lupa waktu,” kata dia.

Nuri khawatir bila lato-lato dimainkan tanpa manajemen waktu yang baik bisa membuat anak menjadi kompulsif. Anak-anak punya kebiasaan memainkan lato-lato secara terus-menerus.

“Terkadang bila sampai parah, secara tidak sadar,  tidur pun sampai terbawa mimpi, tangannya tidak pegang lato-lato tapi ada kecenderungan mengayunkan tangan,” terangnya.

Lato-lato juga sempat disebut bisa menimbulkan polusi udara yang mengganggu orang lain karena suaranya yang berisik. Apalagi saat ini sedang viral dan ramai, hampir semua orang memainkan lato-lato.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya