SOLOPOS.COM - ilustrasi PHK (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Sejumlah perusahaan rintisan (startup) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawannya.

Sebenarnya kenapa sampai ada PHK di sejumlah startup? Hal ini diprediksi terjadi karena beberapa hal seperti efek naiknya suku bunga, kondisi makro ekonomi yang saat ini terjadi, hingga pandemi Covid-19.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura menilai fenomena ini sebenarnya sudah bisa diprediksi sejak lima tahun terakhir, khususnya bagi startup-startup baru. Terlebih, sejauh ini dia melihat perusahaan rintisan hanya fokus pada perolehan transaksi dan valuasi, bukan profit.

“Akan tetapi, PHK karyawan ini juga pastinya tidak menyelesaikan masalah. Misalkan pengeluaran mereka Rp2 triliun sebulan, kalau misalnya sebulan itu profitnya nggak sampe Rp2 triliun, berarti mereka masih merah [rugi] terus,” kata Tesar, Jumat (27/5/2022) seperti dilansir Bisnis.com.

Menurut Tesar, PHK karyawan di startup memang langkah efisiensi yang paling mudah dilakukan untuk jangka pendek. Namun, keberadaan sumber daya manusia (SDM) ini juga bukan satu-satunya penyebab tingginya pengeluaran perusahaan.

Baca Juga: Startup Ramai-Ramai PHK Karyawan, Ini Penyebabnya Menurut Kadin

Justru dia melihat, strategi promosi besar-besaran yang kerap dilakukan startup jadi penyebab utama mereka tidak mampu bertahan. Misalnya biaya yang harusnya sebanyak Rp10 miliar per bulan, tetapi bisa membengkak akibat biaya promosi melalui televisi, baliho, cashback, hingga diskon.

“Itu yang saya bilang bakar duit, jadi mereka melakukan bisnis model yang kurang tepat,” ucap Tesar.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, fenomena ini mulai mencuat setelah beredar kabar PHK di startup bidang edukasi Zenius, dompet digital pelat merah LinkAja, disusul platform dagang-el (e-commerce) JD.ID.

Zenius mengumumkan adanya PHK terhadap 25 persen karyawannya atau lebih dari 200 karyawan. Berdasarkan pernyataan manajemen, ini dilakukan karena EduTech ini sedang mengalami dampak dari kondisi makro ekonomi yang saat ini terjadi sehingga merasa perlu melakukan konsolidasi dan sinergi proses bisnis untuk memastikan keberlanjutan.

Baca Juga: Startup LinkAja dan Zenius Ramai-Ramai PHK Karyawan, Ada Apa?

Sementara itu, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) atau LinkAja mengungkapkan melakukan reorganisasi yang berdampak pada PHK sejumlah karyawan. Meski begitu, mereka memastikan jumlah yang direorganisasi kurang dari 200 karyawan.

Startup e-commerce JD.ID juga melakukan langkah serupa. Upaya improvisasi dan pengambilan keputusan ini dilakukan agar platform tersebut dapat terus beradaptasi dan selaras dengan dinamika pasar dan tren industri di Indonesia.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melihat proyeksi penyerapan tenaga kerja di tahun ini sudah sangat membaik, meskipun masih ada beberapa perusahaan dan startup yang melakukan PHK.

Wakil Ketua Umum Kadin bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz menyampaikan bahwa PHK memang tidak dapat dihindari karena hal tersebut bagian dari proses bisnis.

Baca Juga: Cantas, Aplikasi Sistem MLFF Jalan Tol Bebas Kuota Internet

“Di semua sektor itu PHK memang tidak bisa kita hindari karena PHK itu juga merupakan bagian dari proses bisnis atau pun industri itu sendiri,” kata Adi, Kamis (26/5/2022).

Prinsip dari startup yang mengandalkan teknologi juga akan terus berubah dalam waktu yang relatif cepat. Adi mencontohkan, beberapa kompetensi yang mungkin dibutuhkan satu tahun lalu bisa jadi sudah tidak relevan tahun ini.

“Karena startup itu dengan suatu teknologi mau gamau paling gak penyesuaian upgradingnya harus dilakukan. Sistem itu selalu berubah, teknologi sering berubah dalam hitungan bulan atau tahun,” lanjut Adi.

Pada dasarnya, kata dia, selama ini penyebab PHK karyawan terjadi tentunya karena dampak pandemi Covid-19.

Baca Juga: 12 Rekomendasi Aplikasi Pencatatan Keuangan Terbaik 2022

Persaingan bisnis di startup juga sangat ketat sehingga harus melakukan inovasi-inovasi yang dibutuhkan pelanggan dan bisa diterima di pasar yang bertujuan untuk bisnis yang berkelanjutan.

Artinya, dia mengatakan hal tersebut tentunya akan mempengaruhi akan kebutuhan startup pada pekerja yang profesional dan bidang kerja yang dibutuhkan sesuai perkembangan arah usaha.

“Jika penyesuaian bisnis terjadi maka karyawan tidak bisa memenuhi kebutuhan model kerja startup, bisa jadi pengurangan pegawai akan terjadi karena tenaganya tidak dibutuhkan lagi disebabkan tidak ada kesesuaian bidang kerja,” kata Adi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya