SOLOPOS.COM - Samin Surosentiko, Tokoh Penghayat Saminisme (Instagram/@bangkitnya_kepercayaan_adat)

Solopos.com, BLORA — Saminisme merupakan salah satu kepercayaan asli warga pesisir utara Pulau Jawa. Ajaran ini berkembang pada pertengahan 1890 yang diperkenalkan seorang petani asal Randublatung, Blora, Jawa Tengah, Samin Surosentiko.

Berdasarkan pantauan Solopos.com di kanal Youtube Harley Prayudha, Kamis (17/6/2021), ajaran Saminisme ini berupa memperlakukan sesama manusia seperti saudara atau keluarga. Ajaran ini dikenal sebagai Sedulur Sikep.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pada masa kolonial, komunitas pergerakan kepercayaan tradisional ini tidak terlalu digubris oleh pemerintah Belanda karena pengikutnya masih sedikit. Pergerakan ini pun awalnya tidak dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah kolonial saat itu.

Baca juga: Bikin Geger! Mahasiswi Sragen Nekat Terjun ke Sungai dari Jembatan Ringroad Mojosongo

Tetapi pada 1904, komunitas penganut Saminisme atau yang dikenal sebagai komunitas sikep ini berkembang pesat menjadi 300 orang. Hal itu memicu reaksi pemerintah kolonial Belanda yang kemudian melakukan pengawasan ketat. Bahkan pada 1907, Samin Surosentiko ditangkap dan diasingkan ke Padang, Sumatra Barat.

Pengasingan Samin ternyata tidak menghentikan pergerakan Saminisme yang justru berkembang pesat pada 1916. Pengikutnya tidak terbatas di Blora, tetapi menyebar hingga ke kawasan Kabupaten Pati, tepatnya di Desa Bombang Bacem. Ajaran Samin di Pati diperkenalkan Mbah Jambret, murid Samin asal Kudus.

Baca juga: Sate Apus Khas Solo Kenyil-Kenyil Nyoi, Pernah Coba?

Ajaran Saminisme

Berdasarkan catatan sejarah, ajaran Saminisme ini dianggap masih menjunjung tinggi kejujuran, tolong menolong, dan sikap mulia lainnya.

Selain itu, komunitas sikep yang dianggap sebagai kelompok karena ajarannya tertutup dengan modernisasi seperti tidak bersekolah, tidak bercelana panjang (celana hanya sampai lutut), tidak berdagang, dan menolak kapitalis, justru memiliki nilai-nilai yang tinggi dalam sistem demokrasi dan konteks masyarakat majemuk.

Keteguhan dalam memegang kejujuran dan sikap saling tolong menolong tanpa melihat latar belakang seseorang atau kelompok berdasarkan suku, ras, dan agama menjadi landasan kuat bagi komunitas ini untuk tetap mempertahankan keberadaannya.

Baca juga: Warga Boyolali Terjerat Pinjaman Online Rp75 Juta, Teman-Temannya Ikut Diteror Debt Collector

Namun ada hal yang berbeda dari ajaran sikep dengan nilai-nilai demokrasi yang kita pahami selama ini dimana konsep keterwakilan tidak dikenal oleh komunitas sikep ini karena dianggap justru mereduksi dan mensubordinasikan otonomi individu di bawah kelompok.

Bagi penganut ajaran Saminisme, ‘wong’ atau manusia pada dasarnya sama di mata Tuhan dan hukum. Dengan demikian sesama manusia tidak boleh saling melalaikan hak dan kewajibannya.

Penganut Saminisme ini juga memiliki kitab suci yaitu Serat Jamus Kalimasda yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri Uri Pambudi, Serat Jati Sawit, dan Serat Lampanging Urip.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya