SOLOPOS.COM - Pura Mangkunegaran Solo tengah dalam proses restorasi menggunakan anggaran dari pemerintah pusat, Senin (4/10/2021). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO—Pemerhati sejarah, Surojo, menilai pola pergantian kepemimpinan di Pura Mangkunegaran Solo tidak memiliki pola baku atau pakem. Penerus kepemimpinan di Pura itu disebut bisa berasal dari putra Mangkunagoro sebelumnya, atau keponakan dan adik.

Pendapat itu dia sampaikan saat menjadi pembicara Diskusi Publik Menyoal Suksesi di Pura Mangkunegaran, Wahyu Keprabon untuk Siapa? yang digelar di Hotel Sahid Jaya Solo pada Jumat (26/11/2021) siang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Dan pola-pola seperti ini tidak mesti harus anak, atau bisa putra, bisa keponakan, bisa adik. Jadi demikian pola-pola situasional yang diterapkan di Mangkunegaran. Karena di sini ada Dewan Pinisepuh yang memilih. Kalau awalnya dulu ada Punggawa Baku, tapi sekarang mestinya dari keluarga Mangkunegaran,” terang dia.

Baca Juga: Kebun Raya Indrokilo Boyolali Jadi Habitat Pelestarian Flora-Fauna

Keluarga Mangkunegaran yang dimaksud Surojo bisa dari perwakilan KGPAA Mangkunegaran I, KGPAA Mangkunegaran II, dan seterusnya. “Suksesi di Mangkunegaran kalau saya melihat sudah mulai berpijak kepada realita yang dihadapi. Menurut saya pola suksesi di Pura Mangkunegaran adalah pola situasional,” sambung dia.

Pola suksesi di Mangkunegaran menurut Surojo berbeda dengan pola di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang garis keturunan. Yang berarti ketika raja Keraton meninggal dunia, penggantinya harus putra dari permaisuri. Surojo mencontohkan pola suksesi situasional saat pergantian dari MN I kepada MN II.

Saat itu yang dipilih untuk menjadi MN II bukan putra dari MN I. Salah satu pertimbangannya menurut Surojo, pada saat itu sang ayah meninggal ketika sang putra calon penerus belum dewasa. Pola situasional juga terjadi saat pergantian MN V kepada MN VI. MN VI dilantik saat Mangkunegaran sedang krisis ekonomi.

Baca Juga: Minim, Capaian Pajak Pengangkutan Galian C di Klaten

Berbagai usaha atau industri yang dirintis oleh MN IV mengalami permasalahan atau krisis ekonomi pada masa MN V. Penyebab krisis dari faktor eksternal krisis ekonomi dunia, dan serangan hama tebu yang melanda kebun-kebun pabrik gula Mangkunegaran. Sehingga setelah MN V wafat, digantikan adiknya sebagai MN VI.

“Setelah MN V wafat digantikan oleh MN VI, yang notabene adik dari MN V. Di saat itu lah pola pemilihan itu didasarkan atas kemampuan manajerial, kemampuan entrepreneur yang kebetulan memang MN VI ini putra dari MN IV. Bukan putra MN V, tapi adik. MN VI dipilih kalau saya lihat lebih kepada jiwa entrepreneur,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya