Solopos.com, KLATEN – Masjid Golo yang berlokasi di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, merupakan salah satu bangunan bersejarah di Klaten, Jawa Tengah. Konon masjid ini dibangun pada masa Kesultanan Demak Bintoro.
Masjid tersebut dibangun oleh Sunan Pandaran atau Pangeran Mangkubumi. Lokasi masjid ini berada di puncak bukit Jabalkat Dusun Golo yang berjarak 200 meter dari kompleks Sunan Pandanaran.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, masjid ini dulu berada di Gunung Jabalkat, sebalah utara lokasi bangunan berdiri saat ini. Posisi masjid lantas dipindah ke bawah di dekat gua Maria agar suara azan dari Syeikh Domba, begal yang tobat dan menjadi murid Sunan Pandanaran, tidak menggaggu karena terdengar terlalu keras sampai ke Demak.
Baca juga: Jaburan, Tradisi Ramadan yang Eksis di Soloraya
Pemindahan Masjid
Proses pemindahan masjid itu memiliki kisah yang unik. Ada beberapa versi cerita yang beredar tentang cara Sunan Pandanaran memindahkan Masjid Golo.
Pertama yakni masjid dipindah dengan benang. Namun versi lain menyebut bangunan masjid teersebut dipindahkan dengan ujung jari saja.
Dikutip dari Detik.com, Selasa (20/4/2021), Masjid Golo ukuranya 8x8 meter yang terbuat dari fondasi batu kapur dan bata. Masjid ini memiliki 16 tiang penyangga dari kayu jati.
Baca juga: Sengsu: Proses Seekor Anjing Jadi Olahan Kuliner di Kota Solo
Sampai saat ini masjid tersebut masih sering dikunjungi peziarah. Sebab di sana ada beberapa makam termasuk makam santri Sunan Pandaran.
Juru rawat Masjid Golo, Suhardi, mengatakan, bangunan teersebut masih asli. Saat ini masjid tersebut berada di bawah kewenangan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jateng.
Baca juga: Mulia! Ibu-Ibu Penjual Takjil di Klaten Sisihkan Separuh Keuntungan untuk Kegiatan Amal
Sampai saat ini masjid tersebut masih dipakai warga untuk beribadah. Setiap malam Jumat dan Selasa rutin dipakai untuk zikir bersama.
"Ini rutin untuk jamaah terus, para peziarah ke makam Sunan banyak yang mampir ke sini tetapi ya itu harus naik ke bukit. Kalau jamaah rutin ya hanya warga sini," ucap Suhardi.