SOLOPOS.COM - Kawasan Malioboro Jogja. (Harianjogja.com/Maya Herawati)

Solopos.com, JOGJA — Kawasan Malioboro, Jogja, DIY, belakangan tengah menjadi bahan perbincangan publik. Hal ini terjadi karena ikon wisata di Kota Jogja itu mulai tidak ramah bagi wisatawan lantaran banyak penipuan yang dilakukan oknum nakal. Nah tahukah Anda bagaimana sejarah jalan Malioboro Jogja?

Dikutip dari laman resmi Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Jogja, Senin (21/3/2022), Malioboro Jogja adalah suatu nama jalan yang keberadaannya sudah lama sekali. Tempat itu dibangun sekitar tahun 1750-an.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Penamaan jalan ini ternyata berkaitan dengan sejarah Kota Jogja. Dosen Sejarah Universitas Indonesia, Prof Peter Brian Ramsey Carrey, nama asli Kota Jogja adalah Ngayogyakarta. Nama itu terinspirasi dari sebuah nama kerajaan di kitab Ramayana, yaitu Ayodya. Orang Jawa menyebutnya Ngayodya, sehingga terdengar seperti Ngayogya.

Baca juga: Tukang Becak Nakal Tipu Wisatawan di Jogja: Malioboro Tutup

Dalam kitab itu juga disebutkan ada satu jalan utama yang sangat terkenal. Jalan itu merupakan jalan utama tempat penyambutan raja beserta para tamu. Jalan ini pun dinilai memiliki banyak berkah. Nama jalan tersebut adalah Malyabhara.

Dalam Bahasa Sansekerta, Malya berarti bunga dan bhara yang diambil dari kata bharin yang artinya mengenakan. Jadi jalan yang mengenakan bunga (jalan yang istimewa). Nah, nama inilah yang menjadi cikal bakal sejarah jalan Malioboro yang lokasinya berdekatan dengan Keraton Jogja. Karena pengaruh pengucapan orang Jawa yakni huruf a dibaca o, maka terdengar jadi Malioboro.

Ketika awal dibangun, jalan tersebut tidak langsung ramai. Malioboro Jogja berutang pada Belanda yang mempeloporinya sebagai pusat kota di Yogyakarta sehingga menjadi ramai seperti saat ini. Kala itu, Belanda ingin menyaingi popularitas Keraton Jogja dengan membangun Benteng Vredeburg dan The Dutch Club pada 1800-an.

Perlahan tapi pasti, kawasan Malioboro semakin ramai. Letaknya yang strategis kemudian dipilih menjadi lokasi rumah Gubernur Hindia Belanda.

Baca juga: Asal Usul Malioboro Jogja, dari Nama Serdadu Inggris?

Pusat Belanja

Malioboro merupakan kawasan perbelanjaan yang legendaris dan menjadi salah satu kebanggaan Kota Jogja. Untuk menunjang tujuan tersebut pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Benteng Vredeburg pada 1765 sebagai pertahanan, Istana Keresidenan Kolonial, Pasar Beringharjo, serta Hotel Garuda (dahulu sebagai tempat menginap dan berkumpul para elite Belanda).

Kawasan Pertokoan Malioboro Jogja pun terus berkembang pesat dan terekam dalam sejarah menjadi pusat perekonomian kolonial. Bangunan-bangunan bersejarah yang terletak di kawasan Malioboro tersebut menjadi saksi bisu perjalanan kota ini dari masa ke masa.

Baca juga: Malioboro Jogja Tak Ramah Wisatawan, Ada Apa Gerangan?

Malioboro menyajikan berbagai aktivitas belanja, mulai dari bentuk tradisional sampai modern. Salah satu cara berbelanja legendaris di Malioboro adalah dengan proses tawar-menawar, terutama untuk komoditi barang berupa suvenir dan cenderamata yang dijajakan pedagang kaki lima (PKL).

Ada berbagai suvenir yang bisa didapatkan di sana mulai dari kerajinan dari perak, kulit, kayu, kain batik, gerabah, dan sebagainya. Anda jangan heran melihat harga barang di tempat ini, yang bisa didapatkan mulai Rp2.000.

Hal ini juga berlaku bila wisatawan berkunjung dan belanja di pasar tradisional Beringharjo yang letaknya tak jauh dari Malioboro. Begitulah keunikan tradisi dari wisata belanja di Malioboro, pembeli harus bisa tawar menawar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya