SOLOPOS.COM - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) berbincang dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) sebelum mengadakan pertemuan tertutup di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Pertemuan SBY dan Prabowo di Cikeas mengirim pesan kepada pemerintah tentang kritik mereka terhadap PT 20% di UU Pemilu.

Solopos.com, BOGOR — Pertemuan pemimpin Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pemimpin Partai Gerindra Prabowo Subianto tidak membahas koalisi. Namun, seperti banyak dugaan sebelumnya, kedua tokoh ini menyatakan komunikasi mereka didorong momentum penolakan mereka terhadap pengesahan UU Pemilu dengan presidential treshold 20%.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baik SBY maupun Prabowo menyatakan kritik pedas terhadap UU Pemilu yang hanya disepakati oleh parpol pendukung pemerintah selain PAN. SBY yang mendapat giliran pertama berbicara dalam jumpa pers mengakui pertemuan tersebut didukung momentum walkout empat partai, yaitu Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat dalam pengesahan UU Pemilu.

“Pertemuan antar tokoh politik, pemimpin parpol itu sesuatu yang biasa. Yang jadi luar biasa mungkin pertemuan ini terjadi setelah pada 20 Juli. Lalu dalam rapat paripurna DPR, Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS, berada dalam satu kubu yang tidak menyetujui dikukuhkannya rancangan UU Pemilu, yang sudah sah karena sudah disetujui DPR RI,” kata SBY.

Ekspedisi Mudik 2024

Sebelum panjang lebar mengkritik kubu parpol pendukung pemerintah, SBY mengatakan pertemuan ini didasari niat yang baik. Menurutnya, kedua partai sepakat mengawal negara ini dalam posisi mereka di luar pemerintahan. “Dalam kapasitas kami, dari posisi kami, agar negara ini mengarah pada arah yang benar, agar apa yang dilakuikan negara benar-benar untuk pekentingan rakyat,” kata SBY.

Salah satu bentuk pengawalan itu, kata SBY, adalah mendukung kebijakan pemerintah yang sesuai kepentingan rakyat dan mengkritik pemerintah jika mencederai rakyat. SBY mengatakan akan terus meningkatkan komunikasi dan kerja sama, namun tidak mesti dalam bentuk koalisi. Meski demikian, SBY tidak secara gamblang menyebutkan apa yang disebutnya harus dikritik.

“Kami menyerukan gerakan moral, not only politic. Ini diperlukan manakala perasaan dan kepentingan rakyat dicederai. Kalau kami merasakan rakyat di seluruh Tanah Air, kepentingan dan aspirasinya tidak lagi didengar pemimpin dan penyelenggara negara, wajib kita ingatkan. Kita memberikan koreksi, sah!”

SBY memberi sinyal bahwa dirinya tetap memantau perkembangan politik nasional. Dia mengingatkan agar pemerintah tidak melampaui batas dalam memegang kekuasaan.

“Saya sudah 6 bulan tidak bicara di depan pers, meskipun saya tahu what going on in this conutry, saya bertemu dengan rekan2 semua. Saya akan sampaikan. Saya harus katakan bahwa, power must not go unchecked, kita kami harus memastikan bahwa penggunaan kekuasaan oleh pemegang kekuasaan harus tidak melampaui batas, atau abuse of power. Banyak contoh di negari ini, ketika kekuasaan melampai batas, rakyat akan memberikan koreksi sebagai bentuk kesetiaan pada negara, kami ingatkan gunakan kekuasaan secara proper dan tidak melampaui batas.”

Sementara itu, Prabowo bicara lebih lugas. Secara khusus, dia mengkritik pedas pengesahan UU Pemilu dengan PT 20%. Secara urut, dia menata sindirannya dengan menyebut pertemuan ini digelar dalam situasi yang agak meresahkan. Selanjutnya, dia memaparkan posisinya dirinya dan SBY sebagai mantan jenderal TNI di kancah politik.

“Pak SBY presiden 10 tahun, dari TNI. Tapi beliau dan bersama kami dulu perwira muda mendorong regormasi. Bagaimana TNI mundur dari kekuasaan dengan suka rela. Saya kedatangan tamu luar negeri tanya kok bisa. Karena kami percaya yang terbaik bagi bangsa negara adalah demokrasi, berdasar Pancasila. Demokrasi pelaksanaannya adalah pemilu,” kata Prabowo.

Prabowo pun secara gamblang menyebut pengesahan UU Pemilu tidak sesuai akal sehat karena mengurangi kualitas demokrasi. Hal itu, kata dia, sebagai hal yang meresahkan dan menyakiti kemampuan berpikir rakyat. Prabowo menyebut pihaknya tidak mau bertanggung jawab atas UU Pemilu itu.

“Sikap kami satu dalam menyikapi UU Pemilu yang baru saja dilahirkan atau disahkan DPR RI yang kita tidak ikut bertenggung jawab, kami tidak mau ditertawakan sejarah. Kekuasaan terserah, mau 5, 10, 50 tahun, silakan. Gerindra tidak akan ikut melawan akal sehat. Presidential treshold 20% adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia. Saya tidak mau terlibat dalam sesuatu seperti itu. Demikian pula sikap Demokrat, sikap PAN dan PKS.”

Meski demikian, tidak ada penjelasan rinci bagaimana bentuk keengganan bertanggung jawab itu. Prabowo hanya menegaskan pihaknya akan selalu mengawal dan mengimbangi kekuasaan. “Ini filosofi check and balance adalah inti dari negara dmeokrasi yang aman dan adil. Tidak mungkin aman kalau tidak adil, tidak mungkin adil kalau tidak ada kesejahteraan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya