SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO--Kondisi pasar lesu akibat dampak pandemi Covid-19. Hampir semua sektor perekonomian melambat sehingga pelaku usaha harus putar otak lebih keras. Pandemi juga membuat upaya merawat merek atau brand menjadi kian berat.

Perusahaan dipaksa menjalankan manajemen krisis dengan baik. Tak cuma berhadap-hadapan dengan pasar, mereka juga bergulat dengan problem internal. Pada kondisi krisis inilah dibutuhkan strategi cerdas untuk merawat merek. Mau tidak mau, pemegang merek harus berinovasi agar tetap diterima dan diingat konsumen.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Di kondisi pandemi Covid-19 ini ada yang untung, ada yang rugi. Mereka yang collapse, ini menjadi saat yang tepat mengevaluasi perjalanan bisnis selama ini, seperti menanyakan kepada konsumen kebutuhannya apa. Produk yang paling tepat adalah yang dibutuhkan konsumen. Produk yang baik adalah yang bisa memberikan solusi bagi kesengsaraan konsumen,” papar Brand Activist, Aries Adenata, kepada Solopos.com, Jumat (5/6/2020).

Rekomendasi Saham 16 Juni, Borong Telkom, Lepas Jasa Marga

Ekspedisi Mudik 2024

Jeli Membaca Peluang

Menurut dia, pemegang merek harus cepat memutuskan akan melakukan pivot bisnis (pengembangan bisnis dengan mengubah model bisnis) atau tidak. Jika mereka memutuskan untuk pivot bisnis, pastinya butuh energi baru yang tak mudah.

Jika pemilik brand mampu dan jeli menangkap kondisi yang ada, ini menjadi keuntungan tersendiri. Akan tetapi, Aries Adenata menegaskan cara ini tak gampang. Perusahaan yang berat untuk melakukan pivot biasanya karena memiliki struktur organisasi yang besar.

Menurut dia, setidaknya ada empat langkah terbaik yang bisa dilakukan para pemegang merek di masa pandemi Covid-19. Pertama, efisiensi perusahaan mereka. Ini meliputi apa saja yang menjadi beban serta sumber kebocoran bagi perusahaan.

Memprediksi Nasib Mobil Diesel Dan Bensin Di Masa Depan

Kedua, retargeting market atau membuat target ulang. Ketiga, merawat brand dengan tetap berkomunikasi kepada para pelanggan loyal. Keempat, inovasi.

“Komunikasi kepada konsumen, riset pasar, kebutuhan mereka apa. Setelah corona ini berlalu, konsumen akan mengingat brand yang bisa bertahan dan lulus di masa pandemi ini apa,” katanya.

Hal senada diungkapkan Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Retno Tanding Suryandari. Dia mengatakan di masa pandemi Covid-19 hampir semua sektor terdampak.

Bukan Zona Hijau Covid-19, Sekolah Di Solo Dibuka Desember

Pada dasarnya guncangan bagi pemegang brand selalu ada, hanya yang berskala besar tidak terjadi setiap saat. Kondisi tersebut dipengaruhi berbagai hal, dari faktor teknologi, shifting konsumen, serta kebijakan pemerintah.

Guncangan besar bisa menimbulkan resesi. Maka, perusahaan harus mengendorkan operasinya, melakukan turn around atau perubahan mendasar, hingga pengembangan pada sisi sumber daya manusia (SDM).

Ketika krisis berlalu, perusahaan bisa beroperasi lagi dengan cara yang berbeda, dengan aset yang berbeda karena ada pertumbuhan dan pengembangan.

Sebagian Guru Di Solo Gaptek, Tak Bisa Pakai Zoom

Genjot Inovasi

Di samping itu, krisis ini mengasah perusahaan untuk semakin tahu apa yang dibutuhkan konsumen. Perusahaan bisa lebih efektif dari segi operasi dan genjot inovasi. Saat posisi sulit, perusahaan bakal ketahuan apakah memiliki manajemen krisisi atau tidak.

Ia menambahkan ketika bicara produk saat ini yang diambil konsumen pasti memiliki suatu kesamaan, yakni mudah digunakan oleh konsumen. Jika pun perusahaan menghasilkan produk baru, bukan hanya berkualitas tapi juga harus memahami konsumen.

“Tidak ada perusahaan yang siap di masa seperti ini. Pada fase ini perusahaan bisa dilihat, mereka punya back up plan tidak, punya manajemen krisis enggak. Ini saatnya evaluasi pada kondisi operasional yang melambat seperti ini,” imbuhnya.

Tak Cuma Rumah Tapak, Tapera Bisa Untuk Kredit Apartemen Lho!

Retno menerangkan pada masa krisis, perusahaan bisa memanfaatkan sumber daya yang menganggur, review ulang operasional, efisiensi, efektivitas, hingga opsi pindah platform. Jika perusahaan bisa merespons dengan baik, ini akan berdampak positif bagi perusahaan.

Dia menyebut sejumlah langkah yang bisa dilakukan di masa-masa sulit seperti ini. Pertama, menguatkan pengelolaan manajemen brand. Pemegang merek pantang kendor hanya karena krisis. Penguatan ini dilakukan dengan tetap komunikasi kepada konsumen.



Sebagai contoh, ini saatnya perusahaan melakukan corporate social responsibility (CSR) dengan mengedepankan brand sehingga melekat pada ingatan konsumen bahwa brand ini tetap eksis ketika krisis.

Saham Perbankan Ambyar Pada Perdagangan Hari Ini, Kenapa?

Kedua, mengeluarkan produk baru yang bisa menguatkan merek yang sudah ada. Apakah dengan membuat kemasan yang lebih kecil sehingga lebih terjangkau dan sebagainya.

Ketiga, pengembangan SDM. SDM perlu recharge. Menurutnya, brand yang bagus pasti didukung orang yang punya skill mumpuni. Mereka berkontribusi untuk penguatan merek perusahaan.

Kelima, inovasi. Inovasi tersebut berasal dari SDM perusahaan. Tanpa SDM yang berkualitas, inovasi bakal susah dihasilkan perusahaan. “Kalau perusahaan besar punya unit research and development, di sana pasti berkutat dengan orang berkualitas, skill, dan knowledge,” jelasnya. (Farida Trisnaningtyas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya