SOLOPOS.COM - Sejumlah aktivis pecinta burung yang tergabung dalam Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ) mengajarkan kepada Alfi cara menggunakan binokular sebagai sarana pengamatan burung di kawasan Nol Kilometer Jogja, Minggu (11/5/2014). (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Satwa dilindungi salah satunya Jalak Bali.

Solopos.com, SOLO — Pemerintah siap mengekspor satwa hasil penangkaran Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) pada 2016 mendatang. Kebijakan tersebut segera dilaksanakan setelah mendapatkan lampu hijau dari Convention on International Trading Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu disampaikan Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Dahono Adji, selepas membuka Festival Satwa Hasil Penangkaran 2015 di Taman Balekambang, Minggu (22/11/2015).

“Indukan Jalak Bali dulu hanya ada di Taman Nasional Bali Barat. Awalnya hanya ada lima pasang. Sekarang setelah penangkaran berhasil, sudah ada 267 penangkar Jalak Bali di seluruh Indonesia. Ini menunjukkan penangkaran berhasil dan indikasi alam membaik. Harapan kami CITES sudah menginzinkan ekspor 2016 nanti,” katanya.

Lebih lanjut dia mengemukakan pemerintah saat ini memiliki kewajiban meningkatkan populasi satwa dan flora yang terancam punah paling tidak 2% per tahun, termasuk di antaranya Jalak Bali. “Tujuan penangkaran agar tidak terjadi kepunahan. Penyebabnya cukup beragam antara lain kebakaran hutan, pembalakan hutan, pencurian satwa. Diprediksi flora dan fauna punah kalau tidak diantisipasi,” ujarnya.

Bambang mengatakan penangkaran yang diawasi langsung oleh organisasi konservasi flora dan fauna CITES juga memiliki aturan main sendiri. “Aturannya 90% hasil penangkaran boleh dijual. Sisanya dikembalikan ke alam. Harapannya kesejahteraan masyarakat meningkat lewat penangkaran dan alam bisa memetik manfaatnya,” bebernya.

Menurut Bambang, izin ekspor flora dan fauna yang dikeluarkan CITES bakal berdampak besar untuk kesejahteraan masyarakat. “Tanpa jaminan CITES, kita tidak mampu mengekspor. Harapannya setelah disetujui harga jualnya bisa lebih tinggi. Kalau penangkaran berhasil, tingkat pendapatan masyarakat meningkat, peluang kerja tinggi, penerimaan negara pun tinggi,” ungkapnya.

Bambang berpesan kepada masyarakat agar tidak perlu ragu-ragu memelihara flora dan fauna langka yang sudah mengantungi sertifikat resmi. Ia menjanjikan kepemilikan legal formal tersebut saat ini dibuat lebih mudah lewat aturan baru.

“Masyarakat jangan takut memelihara binatang langka yang sudah ada sertifikatnya. Setelah deregulasi, sertifikat tidak susah. Dulu penerbitan sertifikat hanya bisa lewat kepala balai. Sekarang penangkaran bisa mengeluarkan dengan persetujuan otoritas setempat. Tujuannya supaya pelayanan bisa lebih cepat dan baik,” bebernya.

Sementara itu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah memamerkan ratusan satwa hasil penangkaran di antaranya Jalak Bali, Jalak Putih, Kakatua Jambul Putih, dan lain-lain. Pameran tersebut untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar ikut tergerak melestarikan satwa yang dilindungi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya