SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Bisnis Indonesia)

Solopos.com, JAKARTA — Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) menerima pembayaran untuk penyelesaian kewajiban pemegang saham BLBI atas obligor pemegang saham eks PT Bank Dewa Rutji, Sjamsul Nursalim, senilai Rp367,72 miliar.

Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban, Rabu (15/6/2022), mengungkapkan obligor ini sebelumnya pada 18 November 2021 telah melakukan pembayaran senilai Rp150 miliar, termasuk biaya administrasi 10 persen. Adapun pembayaran ke kas negara dilakukan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Ia menjelaskan pembayaran tersebut dilakukan setelah dilakukan upaya penagihan oleh Satgas BLBI sejak tahun 2021.

Sebelumnya Satgas BLBI pada 22 November 2021 telah menerima pembayaran utang dari beberapa obligor dan debitur yaitu Sjamsul Nursalim dan PT Lucky Star Navigation Corp.

Ekspedisi Mudik 2024

“Obligor Sjamsul Nursalim yang merupakan obligor dari Bank Dewa Rutji pada 11, 17, dan 18 November 2021 telah melakukan pembayaran sebagian kewajibannya dengan nilai sebesar Rp150 miliar,” kata Ketua Pengarah Satgas BLBI, Mahfud MD saat jumpa pers di Jakarta, 22 November 2021 lalu.

Baca Juga: Satgas BLBI Sita Aset Obligor Rp19,16 Triliun, Bukan Rp91,2 Triliun

Ia menerangkan angka itu mencakup biaya administrasi pengurusan piutang negara sebesar 10 persen.

“Satgas BLBI juga telah menerima penyerahan tanah lagi seluas 100 hektare yang terletak di Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara, sebagai bagian pelunasan kewajiban dari debitur PT Lucky Star Navigation Corp,” kata dia.

Dalam kesempatan itu dia menyampaikan pemerintah mengapresiasi itikad baik para obligor/debitur yang mulai melunasi sebagian utangnya dan memenuhi panggilan Satgas BLBI.

Pada 2021, Forbes menobatkan Sjamsul sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia, tepatnya berada di posisi ke-47 dengan total kekayaan mencapai US$880 juta atau setara Rp12,5 triliun (asumsi kurs 14.300).

Kekayaannya diperoleh dari berbagai bisnis, seperti properti, batu bara, dan ritel. Sjamsul merupakan pemegang saham dari Bank Dewa Rutji, yang sempat memperoleh kucuran dana dari BLBI saat krisis moneter 1997. Dia tidak mengembalikan dana tersebut hingga kini dinyatakan tuntas oleh Satgas BLBI.

Baca Juga: Besan Setnov Banding Seusai Kalah di Kasus Utang BLBI Rp3,57 Triliun

Satgas BLBI Sita Aset Rp19,16 Triliun

Sebelumnya, Satgas BLBI disebut telah mengumpulkan hak tagih negara dari para obligor dan debitur senilai Rp19,16 triliun dengan luas tanah mencapai 19.988.942 meter persegi per 31 Maret 2022.

Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Purnama T Sianturi menyatakan Satgas BLBI hanya mengurus aset properti dan aset kredit dengan nilai Rp25 miliar ke atas.

“Hasil Satgas sampai 31 Maret 2022 adalah Rp19,16 triliun dengan luas tanah 19.988.942 meter persegi,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (22/4/2022) seperti dilansir Antara.

Secara terperinci, jumlah tersebut meliputi dalam bentuk uang atau pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang masuk ke kas negara sebesar Rp371,29 miliar atau 1,94 persen dari Rp19,16 triliun.

Baca Juga: Satgas BLBI Tagih Utang Hindarto dan Anton Tantular Rp1,6 Triliun

Kemudian, dalam bentuk sita barang jaminan atau harta kekayaan lain sebesar Rp12,25 triliun dengan luas tanah 19.129.823 meter persegi atau 63,97 persen dari total yang berhasil dikumpulkan.

Selanjutnya, dalam bentuk penguasaan aset properti dengan nilai Rp5,38 triliun dengan luas tanah 530.140 meter persegi atau 28,11 persen.

Terakhir, yaitu dalam bentuk penetapan status penggunaan (PSP) dan hibah kepada kementerian/lembaga serta pemerintah daerah sebesar Rp1,14 triliun dengan luas tanah 328.970 meter persegi atau 5,98 persen.

Hasil Rp19,16 triliun ini didapat dari 46 obligor atau debitur tahap pertama dengan profil tujuh orang berusia 50-60 tahun, 12 orang berusia 61-70 tahun, 22 orang berusia lebih dari 71 tahun dan lima orang yang telah meninggal sehingga menjadi tanggung jawab ahli warisnya.

Baca Juga: Mahfud MD Sebut Kasus BLBI Sebagai Limbah Warisan

Dari 46 orang debitur atau obligor BLBI tersebut 35 orang di antaranya tinggal di dalam negeri sedangkan 11 orang sisanya berada di luar negeri seperti Singapura.

“Akan ada tahap dua dan tiga yang menyusul karena masih ada ratusan debitur dengan nilai di atas Rp25 miliar,” ujar Purnama.



Sementara itu, Purnama menuturkan hak negara yang harus dikumpulkan dari seluruh obligor dan debitur BLBI mencapai Rp110,45 triliun jika dilihat berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020.

Jumlah itu meliputi aset kredit Rp101,8 triliun, aset properti Rp8,06 triliun, aset saham Rp77,9 miliar, aset inventaris Rp8,47 miliar, aset nostro Rp5,2 miliar dan aset surat berharga Rp489,4 miliar.

Baca Juga: Saksi Kasus BLBI, Kwik Kian Gie Beberkan Semua Tentang Sjamsul Nursalim

Untuk aset kredit Rp101,8 triliun terdiri atas eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Rp82,94 triliun, eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Rp8,83 triliun serta eks bank dalam likuidasi (BDL) Rp10,03 triliun.

“Saat ini, aset eks BLBI yang ada di LKPP Rp110,45 triliun, ini yang harus diselesaikan Kemenkeu. Sebagian dari ini yaitu aset properti dan kredit ditangani Satgas BLBI, tapi itu untuk aset yang nilainya Rp25 miliar ke atas,” jelas Purnama.

Ketua Harian Satgas BLBI Rionald Silaban menambahkan pihaknya bertugas untuk menagih hak negara dari para obligor dan debitur hanya sampai 2023.

“Masa kerja kita sampai Desember 2023, jadi kita menentukan prioritas. Artinya kita fokus pada jumlah yang menurut kita cukup materiil,” tegas Rio.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya