SOLOPOS.COM - Perkawinan Nanda Linudarda, 23 dan Iqas Cahyaning Suwartini, 20, di Sanggar Candi Busana, Desa Gunungsari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Selasa (6/12/2022). Perkawinan mereka merupakan perkawinan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena keduanya penghayat kepercayaan Sapta Darma. (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRIHujan deras membalut suasana sakral perkawinan Nanda Linduarda, 23 dan Iqas Cahyaning Suwartini, 20, di Sanggar Candi Busana, Desa Gunungsari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Selasa (6/12/2022). Mengenakan busana pengantin adat jawa sembari duduk di atas kain mori segi empat, keduanya khusyuk mengucapkan janji prasetya perkawinan penghayat kepercayaan Sapta Darma.

Pemuka penghayat lalu mengesahkan perkawinan mempelai pengantin disambut haru para keluarga dan tamu undangan. Kedua mempelai merupakan penghayat kepercayaan Sapta Darma.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Perkawinan Nanda dan Iqas merupakan sejarah baru bagi Wonogiri. Perkawinan mereka merupakan perkawinan pertama aliran Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa. Perkawinan mereka diakui negara kali pertama di Wonogiri.

“Ini perkawinan pertama aliran kepercayaan di Wonogiri. Perkawinan kami tercatat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Wonogiri. Di surat keputusan PIN, nomornya 01,” kata Nanda saat ditemui Solopos.com seusai proses perkawinan, Selasa siang.

Nanda dan Iqas bisa melangsungkan perkawinan sesuai kepercayaan yang dianutnya dijamin dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 4/2019 tentang Pelaksana Undang-Undang (UU) No. 24/2013 tentang Perubahan atas UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam BAB IV PP tersebut mengatur Tata Cara Pencatatan Perkawinan bagi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Baca Juga: Mitos Larangan Pengantin Melintasi Gunung Pegat Wonogiri dalam Hukum Islam

Menurut Nanda, sebelum dikeluarkan peraturan tersebut, para penghayat kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa kerap mendapat diskriminasi. Selain itu, tidak jarang orang-orang menganggap mereka menganut aliran sesat.

Saat ini kondisi itu sudah mulai berubah. Orang mulai paham dengan mereka sebagai penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

“Dulu, waktu mengurus KTP saja sempat sulit karena petugas pecatatan sipil belum tahu kalau kolom agama itu boleh diisi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sekarang sudah mulai mengerti,” ujar dia.

Iqas mengatakan sejak kecil mereka berdua memang sudah menjadi penghayat Sapta Darma. Kolom agama di KTP mereka berdua pun bukan agama mayoritas, melainkan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Baca Juga: Gua Potro Bunder Wonogiri, Zaman Dahulu Dikenal sebagai Tempat Bertapa

“Bersyukur sekali karena kami sebagai warga dan pengahayat kepercayaan bisa sama-sama memiliki hak yang sama seperti penganut kepercayaan atau agama lain. Bisa melangsungkan perkawinan sesuai adat dan kepercayaan kami,” ujar mahasiswi semester dua itu.

Nanda dan Iqas masih berstatus mahasiswa di Program Studi Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Semarang.

Setelah melangsungkan perkawinan ini, mereka akan tetap melanjutkan studinya. Mereka bercita-cita menjadi pendidik Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Ketua Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) Wonogiri, Suryono Wiryosumarto, mengaku terharu sekaligus bangga lantaran perkawinan itu merupakan perkawinan pertama penghayat Sapta Darma yang diakui negara di Wonogiri.

Baca Juga: Resmikan Waduk Pidekso Wonogiri, Jokowi:  Waduk Kunci Ketahanan Pangan

“Kalau di daerah lain, seperti di Sukoharjo, Karangnyar itu sudah pernah [perkawinan penghayat Sapta Darma]. Kebetulan di Wonogiri baru pertama kali ini. Kalau proses perkawinan memang harus di sanggar, kecuali kalau rumahnya memang jauh dari sanggar, itu bisa di rumah,” kata Suryono.

Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Wonogiri, Eko Sunarsono, yang saat itu menghadiri perkawinan tersebut, mengatakan perkawinan aliran kepercayaan sudah dijamin UU.

Eko, begitu ia kerapa disapa, mengatakan perkawinan antara Nanda dan Iqas tidak jauh berbeda dengan perkawinan yang menganut kepercayaan atau agama lain di Jawa Tengah. Mereka tetap menggunakan adat Jawa, hanya berbeda pada saat prosesi pengesahan.

“Kalau dalam Islam itu istilahnya ijab kabul, kalau di sini tentu berbeda. Tapi intinya sama, mengawinkan kedua mempelai,” kata Eko.

Baca Juga: Cerita Rakyat Gunung Pegat Wonogiri dan Jejak Gunung Api Purba Selatan Jawa

Dia menambahkan, masyarakat Wonogiri tidak masalah dengan keberagaman. Terlebih saat ini UU telah menjamin kepada semua orang untuk memeluk kepercayaan sesuai keyakinan masing-masing, termasuk kepercayaan Sapta Darma ini.

“Sejak dulu masyarakat Wonogiri oke-oke saja. Tingkat toleransi di sini cukup bagus, selama apa yang dilakukan sesuai UU, saya rasa tidak masalah,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya