SOLOPOS.COM - Penyetoran laporan SPT Tahunan PPh, Rabu (18/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

RUU Tax Amnesty ditolak oleh PKS dengan alasan masih ada beberapa pasal bermasalah.

Solopos.com, JAKARTA — Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak menyetujui RUU Tax Amnesty karena masih ada beberapa pasal yang dianggap bermasalah. Wakil Ketua Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam menegaskan sikap fraksinya yang keberatan menerima dan menyetujui RUU Tax Amnesty jika masih ada pasal-pasal bermasalah tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kami sangat keberatan untuk menerima dan menyetujui RUU dalam sidang paripurna ini karena masih ada beberapa pasal yang bermasalah. Kami meminta sikap kami dihargai dan diakomodasi, mohon dipertimbangkan agar diputuskan secara voting terbuka,” jelas Ecky Awal Mucharam, anggota komisi XI FPKS di Kompleks Parlemen, Selasa (28/6/2016).

Beberapa pasal yang ditolak oleh PKS antara lain, pertama, pasal 3 ayat 5 tentang obyek pengampunan pajak. PKS meminta obyek pengampunan pajak cukup pada pajak penghasilan saja (PPh pasal 21), tidak perlu sampai pada PPN dan PPn-BM. Lazimnya, kata dia, pengampunan pajak hanya menyasar pajak penghasilan (PPh).

Pasal kedua yang ditolak adalah soal fasilitas dan tarif tebusan. Dalam pasal 4, pemerintah mengobral tarif yang sangat rendah (sebesar 1-6 persen) untuk para pemodal besar. “Ini sangat tidak adil jika dibandingkan dengan tarif PPh yang sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yaitu sebesar maksimal 30 persen, ditambah sanksi administrasi 48 persen dari pokok, dan sanksi pidananya,” paparnya.

Persoalan ketiga adalah dana repatriasi. Menurutnya, dana repatriasi harus benar-benar masuk ke sektor riil dan infrastruktur, yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja.

Pasal 12 ayat 2 dan 3 mengatur terkait instrumen investasi yang dapat digunakan untuk menaruh dana hasil repatriasi. Khusus pada Ayat 3, RUU Pengampunan Pajak membuka ruang bagi Wajib Pajak untuk menaruh dana di instrumen keuangan lain (non-Pemerintah), seperti obligasi perusahaan swasta maupun investasi sektor riil lainnya yang ditetapkan oleh menteri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya