SOLOPOS.COM - Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Prof. Sri Adiningsih (di layar monitor) yang hadir secara virtual; pengamat ekonomi dari Segara Research Institute dan Perbanas Institute, Dr. Piter Abdullah (dua dari kiri) serta dosen Perbanas, Prof. Abdul Mongid (kanan) berbicara dalam diskusi publik mengenai RUU P2SK di UNS, Jumat (4/11/2022). Acara dipandu oleh Presiden Direktyur Solopos Media Group (SMG), Arif Budisusilo (kiri).(Solopos/Bayu Jatmiko Adi)

Solopos.com, SOLO — Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), tengah menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. RUU P2SK diharapkan bukan hanya sebagai respons dengan perkembangan teknologi di sektor keuangan saat ini, namun juga untuk antisipasi ke depannya.

Di sisi lain, penyusunan undang-undang tersebut juga tetap harus memperhatikan praktik-praktik baik yang selama ini telah berjalan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal tersebut dibahas dalam diskusi publik bertajuk Ke mana Arah RUU P2SK dalam Penguatan Sistem Keuangan Indonesia?  Acara itu diinisiasi oleh Pusat Unggulan Ipteks (PUI) Fintech Center and Banking UNS (UNS Fintech Center) dan UNS Center for Sustainable Economy, Digital, and MSME Development di Ballroom Gedung Ki Hadjar Dewantara Tower UNS, Jumat (4/11/2022).

Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber utama yakni Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Prof. Sri Adiningsih yang hadir secara virtual; pengamat ekonomi dari Segara Research Institute dan Perbanas Institute, Dr. Piter Abdullah serta dosen Perbanas, Prof. Abdul Mongid. Acara yang dipandu oleh Presiden Direktyur Solopos Media Group (SMG), Arif Budisusilo itu didukung juga oleh Bank Jateng.

Ekspedisi Mudik 2024

Secara umum, para narasumber sepakat RUU P2SK tersebut dibuat. Sebab diharapkan ke depan ada payung hukum yang lebih luas mengenai sektor keuangan. Sri Adiningsih mengatakan saat ini sistem keuangan di Indonesia semakin tumbuh dan berkembang. “Sekain maju, semakin kompleks, tantangan juga semakin banyak. Untuk itu ada kepentingan agar supaya regulatory frame work, yang perlu diupdate,” kata dia.

Baca Juga: Soal Wacana Gubernur BI dari Politisi, Ini Komentar Sri Mulyani

Regulasi itu nantinya bukan hanya merespons perkembangan sektor keuangan saat ini, namun juga sebagai antisipasi. Menurutnya ke depan sektor keuangan akan tumbuh dan berkembang luar biasa. Digitalisasi di keuangan juga perlu diperhatikan berkaitan dengan risiko-risiko yang ada.

Namun menurutnya, untuk fondasi-fondasi penting yang sudah berjalan baik untuk bisa dipertahankan, jangan digempur. “Memang perlu penguatan. Tapi yang sudah baik ajngan digempur. Jangan lupa ada komite stabilitas sistem keuangan, yang sudah berlangsng dan berjalan baik sehingga kita bisa melewati beberapa tantangan dan dinamika,” kata dia.

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian para narasumber pada acara tersebut mengenai RUU P2SK. Di antaranya mengenai keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sistem pemilihan dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), koperasi dan sebagainya.

Baca Juga: OJK Ingin Kebut Pembentukan Lembaga Penjamin Polis

Menurut Piter, fungsi LPS dan pemilihan dewan komisioner LPS yang telah berjalan saat ini sudah tepat. Dia berharap melalui RUU P2SK, posisi LPS tidak diubah.

“Terkait LPS, pesan saya adalah, LPS jangan ditempatkan sebagai otoritas. Sebab LPS itu bukan otoritas, dan karena LPS bukan otoiritas, maka pemilihan dewan komisionernya juga tidak sama dengan BI dan OJK. Seperti saat ini sudah bagus, cukup dari [dipilih] pemerintah. Tidak perlu dipilih oleh DPR. Sebab LPS itu adalah badan yang dibentuk untuk menyelesaikan ketika terjadi persoalan di perbankan,” kata dia.

Piter menjelaskan, LPS merupakan semacam lembaga asuransi biasa yang tidak perlu diangkat tinggi sebagai otoritas. Menurutnya, otoritas itu hanya otoritas fiskal, otoritas moneter dan terkait pengaturan dan pengawasan sistem keuangan. “Kalau LPS jadi otoritas, otoritas apa?” lanjut dia.

Baca Juga: Aman dan Cuan Berinvestasi di Pasar Modal, Simak Tips dari Ahli

Selain itu dia juga mengusulkan tentang sistem pemilihan dewan komisioner OJK, yang mestinya tidak dilakukan secera serentak. Menurutnya pemilihan dewan komisoner OJK tidak perlu memapakai pansel atau panitia seleksi.

“OJK itu padanannya BI, harusnya seperti BI. Tujuannya adalah untuk menjaga kesinambungan kepemimpinan di OJK. Jangan sekali diganti lalu ganti semua. Tidak bagus, harus ada kesinambungan kepemimpinan. Kalau seperti di BI itu kan misalnya tahun ini ganti deputi [gubernur] dua [orang], tahun depan DGS [Deputi Gubernur Senior], tahun depan bisa Gubernur. Jadi tidak terjadi kekosongan pemimpin,” jelas dia.

Sementara itu Abdul Mongid, juga sepakat bahwa pemilihan dewan komisioner OJK mestinya juga memperhatikan sistem keberlanjutan. “Jangan babat kelor, ditumpas semua. Sebab apa yang terjadi dengan rezim akan cenderung dibabat. Padahal kita tidak perlu itu. Melanjutkan saja yang sudah ada, memperbaiki, jadi semangatnya evolusi tapi bukan revolusi. Kalau sekarang itu revolusi. Harapan saya ke depan jangan pakai model seperti itu,” kata dia.

Dia juga berharap ada perhatian khusus untuk sektor koperasi. Menurutnya selama ini koperasi yang mestinya menjadi prioritas nasional justru terkesan terpinggirkan. Dia berharap pemerintah memberi ruang untuk bergerak lebih maju.

Selanjutnya dia juga berharap adanya tata kelola yang baik untuk mengurus asuransi. Menjurutnya ke depan OJK harus lebih maksimal dalam membenahi asuransi. “Kalau perlu main tangan besi. Permasalahan yang ada di asuransi menjadi reputasi buruk di OJK. Harus ditata dengan tata kelola lebih baik,” kata dia.

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya